Artikel BLUD.id

Beberapa Perubahan Hal Terkait BLUD Sesuai Dengan Permendagri No. 79 Tahun 2018

Bahwa untuk menjamin kepastian hukum akibat perkembangan peraturan perundang-undangan mengenai Badan Layanan Umum Daerah, perlu pedoman bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Sehingga Permendagri 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika perkembangan peraturan perundang-undangan mengenai Badan Layanan Umum Daerah sehingga perlu diganti yaitu dengan Permendagri 79 Tahun 2018. Dengan munculnya Permendagri 79 Tahun 2018 ternyata ada beberapa hal yang berubah, diantaranya : Pengertian Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) itu sendiri. Dimana Pengertian Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah sistem yang diterapkan oleh unit pelaksana teknis dinas / badan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan daerah pada umumnya. Tugas Pejabat Pengelola BLUD dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 11. Persyaratan administratif : Rencana Strategis Bisnis berubah menjadi Renstra yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Dimana penyusunan renstra memuat mengenai rencana pengembangan layanan, strategis dan arah kebijakan, rencana program dan kegiatan, dan rencana keuangan. Laporan keuangan pokok yang awalnya hanya terdiri dari LRA, Neraca, dan CaLK pada peraturan terbaru laporan keuangan terdiri atas LRA, Neraca, LO, Laporan Perubahan Ekuitas, dan CaLK. Struktur anggaran BLUD yang awalnya terdiri dari Pendapatan dan Biaya pada peraturan terbaru menjadi pendapatan BLUD, Belanja BLUD, dan Pembiayaan. Dengan adanya perubahan struktur anggaran pada poin 4 maka konsolidasian RBA pun yang awalnya hanya perlu dikonsolidasikan dengan SKPD, pada peraturan terbaru RBA dikonsolidasikan dengan SKPD dan SKPKD. Pendapatan BLUD yang pada peraturan sebelumnya salah satunya bersumber dari APBD/ APBN menjadi bersumber dari APBD saja. Belanja BLUD terdiri atas belanja operasi dan belanja modal. Pada peraturan sebelumnya belanja adalah biaya yang terdiri dari biaya operasional dan biaya non operasional. RBA disusun berdasarkan anggaran berbasis kinerja, standar satuan harga, kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diperoleh dari layanan yang diberikan kepada masyarakat, hibah, hasil kerja sama dengan pihak lain dan/ atau hasil usaha lainnya, APBD, dan sumber pendapatan BLUD lainnya. Sedangkan pada peraturan sebelumnya RBA memuat kinerja tahun berjalan, asumsi makro dan mikro, target kinerja, analisis dan perkiraan biaya satuan, perkiraan harga, anggaran pendapatan dan biaya, persaran persentase ambang batas, prognosa laporan keuangan, perkiraan maju, rencana pengeluaran investasi/ modal, dan ringkasan pendapatan dan biaya untuk konsolidasi dengan RKA-SKPD/ APBD. Beberapa hal yang telah diuraikan diatas adalah perubahan mendasar sesuai dengan Permendagri 79 Tahun 2018.

DOKUMEN PERSYARATAN UNTUK MENJADI BLUD

Dokumen persyaratan administratif untuk pengajuan menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) berdasarkan Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 terdiri dari : surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja; pola tata kelola; renstra; standar pelayanan minimal; laporan keuangan atau prognosis/ proyeksi keuangan; dan laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia diaudit oleh pemeriksa eksternal pemerintah. Surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja ditandatangani oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)/ Badan Daerah dan diketahui oleh SKPD. Dokumen pola tata kelola yang disusun harus memuat adanya penjelasan mengenai kelembagaan yang memuat posisi jabatan, pembagian tugas, fungsi, tanggung jawab, hubungan kerja, dan wewenang. Selain itu, dijelaskan pula mengenai prosedur kerja yang memuat ketentuan mengenai hubungan dan mekanisme kerja antar posisi jabatan dan fungsi; pengelompokan fungsi pelayanan dan fungsi pendukung untuk efektifitas pencapaian; dan pengelolaan sumber daya manusia yang berorientasi pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Dokumen selanjutnya yang perlu disusun adalah renstra yang merupakan perencanaan lima tahun yang disusun untuk menjelaskan strategi pengelolaan BLUD dengan mempertimbangkan alokasi sumber daya dan kinerja dengan menggunakan teknis analisis bisnis. Hal itu dikarenakan, setelah menjadi BLUD, UPTD/ Badan Daerah harus dapat berpikir dengan analisis bisnis dalam menjalankan pengelolaan keuangan BLUD sehingga tujuan untuk meningkatkan pelayanan serta kinerja keuangan menjadi lebih efektif, efisien, dan produktif dapat tercapai. Dokumen renstra memiliki perbedaan dengan dokumen Rencana Strategis Bisnis (RSB) yang dijelaskan pada Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 tentang pedoman teknis PPK BLUD. Pada peraturan ini, renstra harus ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dan dokumennya harus memuat adanya rencana pengembangan layanan, strategis dan arah kebijakan, rencana program dan kegiatan, dan rencana keuangan. Berkaitan dengan peningkatan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, UPTD/ Badan Daerah yang akan mengajukan menjadi BLUD harus menyusun dokumen Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang memuat batasan minimal mengenai jenis dan mutu layanan dasar yang harus dipenuhi. Dokumen ini juga harus diatur dengan Peraturan Kepala Daerah untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, kesetaraan, kemudahan, dan kualitas layanan umum yang diberikan oleh UPTD/ Badan Daerah yang akan menerapkan BLUD sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Selanjutnya, untuk mempersiapkan peningkatan dalam kinerja keuangan, UPTD/ Badan Daerah yang akan menerapkan BLUD diharuskan untuk menyusun Laporan Keuangan sesuai sistem akuntansi yang diterapkan pada pemerintah daerah yang terdiri atas laporan realisasi anggaran; neraca; laporan operasional; laporan perubahan ekuitas; dan catatan atas laporan keuangan. Bagi UPTD/ Badan Daerah yang baru dibentuk dan akan menerapkan BLUD, dokumen yang disusun berupa prognosis/ proyeksi laporan realisasi anggaran dan laporan operasional sesuai dengan perencanaan dan penganggaran yang diterapkan oleh pemerintah daerah. Dokumen terakhir yang perlu disusun ialah surat audit terakhir, jika belum tersedia maka dapat digantikan dengan surat pernyataan bersedia untuk diaudit oleh pemeriksa eksternal pemerintah yang ditandatangai oleh Kepala UPTD/ Badan Daerah dan diketahui Kepala SKPD. Adhalina Wahyu Dwi Hapsari

Pencabutan BLUD Sesuai Dengan Permendagri No. 79 Tahun 2018

Badan Layanan Umum Daerah adalah bagian dari perangkat pemerintah daerah yang dibentuk untuk membantu pencapaian tujuan pemerintah daerah, dengan status hukum tidak terpisahkan dari pemerintah daerah. Kepala daerah selaku penanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikan kepada kepala BLUD khususnya pada aspek manfaat yang dihasilkan dan juga mengutamakan efektivitas dan efisiensi serta kualitas pelayanan umum kepada masyarakat tanpa mengutamakan mencari keuntungan (non profit) dengan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangannya. Pertanggungjawaban pejabat pengelola BLUD langsung kepada kepala daerah selaku stakeholder dari BLUD tersebut, oleh karena itu rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLUD disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja pemerintah daerah. Seperti dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum untuk persyaratan dan penetapan BLUD pada SKPD atau Unit Kerja juga harus memenuhi persyaratan subtantif, teknis, dan administratif. Sehingga dalam hal pencabutan BLUD harus atas izin dari Kepala SKPD karena SKPD bertindak sebagai stakeholder dari BLUD. Kepala SKPD dapat mengusulkan pencabutan BLUD kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Pencabutan BLUD dilakukan akibat dari: Peralihan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Kebijakan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Dalam hal pencabutan BLUD maka akan dilakukan penilaian, sehingga kepala daerah akan membentuk tim penilai yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Implikasi dari pencabutan penerapan BLUD dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Implikasi yang dimaksud mencakup pendanaan, prasarana dan data. Tugas dari tim penilai yaitu menilai usulan pencabutan penerapan BLUD paling lama 3 (tiga) bulan. Hasil penilaian oleh tim penilai disampaikan kepada kepala daerah sebagai bahan pertimbangan pencabutan BLUD, sehingga pencabutan penerapan BLUD ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Kemudian keputusan tersebut kepala daerah disampaikan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyaat Daerah paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal ditetapkan.

KONSOLIDASI RBA PERMENDAGRI 79 TAHUN 2018

Rencana Bisnis Anggaran adalah dokumen rencana anggaran tahunan BLUD, yang disusun dan disajikan sebagai bahan penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD. Unit Pelaksana Tenis Dinas/ Badan Daerah yang menerapkan BLUD menyusun RBA mengacu pada Renstra. Dalam Pasal 59 Permendagri Nomor 79 Tahun 2018, RBA meliputi : Ringkasan pendapatan, belanja, dan pembiayaan; Rincian anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan; Perkiraan harga; Besaran persentase ambang batas; dan Perkiraan maju atau forward estimate. RBA menganut pola anggaran fleksibel dengan suatu persentase ambang batas tertentu yang disertai dengan standar pelayanan minimal. Dalam pasal 50 Permendagri 79 Tahun 2018, disebutkan bahwa struktur anggaran BLUD, terdiri atas : (a) pendapatan, (b) belanja, dan (c) pembiayaan. Sedangkan pada peraturan sebelumnya yaitu Permendagri 61 Tahun 2007, struktur anggaran BLUD terdiri atas pendapatan dan biaya yang kemudian dikonsolidasikan hanya ke RKA-SKPD saja. Tetapi dengan dikeluarkannya Peraturan terbaru dimana ada tambahan pada struktur anggaran BLUD yaitu pembiayaan maka RBA akan dikonsolidasikan tidak hanya dengan SKPD saja tetapi juga dengan  SKPKD. Mengapa demikian ? Hal ini dikarenakan SKPD hanya memiliki akun pendapatan dan belanja saja. Dimana pendapatan BLUD yang berupa jasa layanan, hibah, hasil kerja sama dengan pihak lain dan lain-lain pendapatan BLUD yang sah akan dikonsolidasikan ke dalam RKA SKPD pada akun pendapatan daerah pada kode rekening kelompok pendapatan asli daerah pada jenis lain pendapatan asli daerah yang sah dengan objek pendapatan dari BLUD. Sedangkan belanja BLUD yang sumber dananya berasal dari jasa layanan, hibah, hasil kerja sama dengan pihak lain, lain-lain pendapatan BLUD yang sah dan sisa lebih perhitungan anggaran BLUD akan dikonsoliasikan ke dalam RKA SKPD pada akun belanja daerah yang dirinci dalam 1 (satu) program, 1 (Satu) kegiatan, 1 (Satu) output, dan jenis belanja.  Untuk pembiayaan BLUD dikonsolidasikan ke dalam RKA SKPD juga yang selanjutnya dikonsolidasikan pada akun pembiayaan pada Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah (SKPKP) selaku Bendahara Umum Daerah.

METODE 7 LANGKAH PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN BLUD

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) memiliki kewajiban untuk menyusun Laporan Keuangan berbasis Standar Akuntansi Keuangan (SAK) sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendageri) Nomor 61 Tahun 2007 pasal 116. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam menyusun Laporan Keuangan berbasis SAK dibutuhkan kemampuan dan latar belakang di bidang akuntansi. Pada kenyataannya, tidak semua BLUD memiliki tenaga akuntansi dalam melakukan pola pengelolaan keuangannya, sehingga sumber daya manusia yang tidak berlatar belakang akuntansi dituntut untuk dapat menyusun Laporan Keuangan sesuai standar. Dalam mempermudah proses tersebut, mulai dari pembuatan jurnal hingga penyajian Laporan Keuangan, Tim BLUD Syncore memiliki Metode 7 Langkah Penyusunan Laporan Keuangan yang dapat diterapkan oleh penyusun laporan keuangan pada BLUD menggunakan Software BLUD Syncore. Metode tersebut terdiri dari melakukan input data penerimaan; input data pengeluaran; penyesuaian saldo kas dan bank; penyesuaian saldo piutang; penyesuaian saldo hutang; penyesuaian saldo persediaan; penyesuaian saldo aset dan penyusutan aset. Langkah input data penerimaan dan pengeluaran dapat dilakukan oleh bendahara penerimaan dan pengeluaran sesuai data transaksi yang dimiliki. Setelah seluruh data penerimaan dan pengeluaran selesai diinput, maka harus dilakukan pengecekkan terhadap saldo kas dan bank yang ada pada software disesuaikan dengan catatan manual buku kas dan rekening koran yang dimiliki. Setelah saldo kas dan bank pada software telah sesuai, langkah selanjutnya adalah pengecekkan saldo piutang dan hutang pada software. Jika ada piutang pada periode laporan keuangan yang belum terinput pada software maka pengguna dapat melakukan input data pada menu Klaim Piutang (menggunakan nama pengguna Penerimaan). Data hutang dapat diinput pada menu Jurnal Umum (menggunakan nama pengguna Akuntansi). Salah satu contoh hutang yang biasa terjadi pada akhir periode adalah hutang biaya listrik, maka pengguna dapat menginput jurnal dengan debit Biaya Langganan Listrik dan kredit Biaya yang Masih Harus Dibayar – Administrasi Kantor. Setelah itu, penyesuaian persediaan dapat dilakukan dengan menginput nilai akhir persediaan barang pada menu Stock Opname. Sedangkan penyesuaian saldo penyusutan aset diinput pada menu Aset. Menu Stock Opname dan Aset dapat diakses melalui nama pengguna Akuntansi. Setelah seluruh langkah telah dilakukan dan seluruh saldo telah dipastikan sesuai, maka Laporan Keuangan dengan basis SAK sudah dapat dihasilkan oleh software sesuai Permendageri Nomor 61 Tahun 2007 yaitu Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Adhalina Wahyu Dwi Hapsari

Urgensi Penerapan Permendagri 79 Tahun 2018 Tentang Badan Layanan Umum Daerah

Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah atau yang disingkat BLUD telah diterbitkan pada bulan September tahun 2018. Peraturan ini merupakan peraturan yang akan menggantikan Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan BLUD. Artinya sejak diberlakukannya Permendagri nomor 79 tahun 2018 maka secara otomatis Permendagri nomor 61 Tahun 2007 sudah tidak berlaku. Namun yang perlu dipahami bersama adalah mengenai ketentuan peralihan kapan peraturan tersebut harus diterapkan. Ketentuan peralihan dari sebuah regulasi yang diterbitkan untuk mengganti regulasi sebelumnya harus dipahami. Karena regulasi pemerintahan merupakan pedoman bagi instansi pemerintah dalam menjalankan operasionalnya. Apabila saat regulasi yang baru terbit kemudian saat itu juga semua praktik dalam instansi pemerintahan langsung berubah akan sangat sulit, karena hal ini melibatkan banyak pihak dan membutuhkan waktu untuk melakukan beberapa perubahan menyesuaikan dengan regulasi yang baru. Oleh karena itu mengenai ketentuan peralihan dari sebuah regulasi baru biasanya tercantum di pasal akhir sebelum penutup. Dalam permendagri nomor 79 tahun 2018 pasal 105 mengenai ketentuan peralihan menyebutkan tiga hal, yaitu : Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Kepala Daerah yang telah diundangkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, BLUD yang telah ditetapkan dan Peraturan Kepala Daerah yang telah diundangkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, wajib menyesuaikan paling lama 2 (dua) tahun setelah Peraturan Menteri ini diundangkan. Penyusunan dan penetapan RBA untuk tahun anggaran 2020 dan seterusnya sesuai dengan Peraturan Menteri ini. Berdasarkan ketentuan peralihan diatas dapat disimpulkan bahwa batas waktu ketentuan peralihan adalah dua tahun sejak peraturan yang baru diundangkan. Artinya batas waktu peralihan dari Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 ke Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 adalah sampai dengan tahun 2020, termasuk RBA tahun anggaran 2020.

Jumlah Viewers: 600