Artikel BLUD.id

Kerja Sama BLUD Untuk Peningkatan Pelayanan Kepada Masyarakat

Badan Layanan Umum Daerah atau yang biasa disebut BLUD adalah sistem yang diterapkan oleh unit pelaksana teknis dinas/badan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan daerah pada umumnya. Tujuan diselenggarakannya BLUD adalah untuk memberikan layanan umum secara lebih efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan dan manfaat sejalan dengan Praktek Bisnis yang Sehat, untuk membantu pencapaian tujuan pemerintah daerah yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh kepala daerah. Dalam rangka mencapai tujuannya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat BLUD memiliki fleksibilitas dalam pengelolaanya. Fleksibilitas yang dimaksudkan adalah keleluasaan dalam pola pengelolaan keuangan dengan menerapkan praktek bisnis yang sehat dalam rangka meningkatkan layanan kepada masyarakat tanpa mencari keuntungan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu fleksibilitas yang dimiliki oleh BLUD adalah fleksibilitas untuk dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain. Berbeda dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT) ataupun Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang tidak dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain, BLUD memiliki fleksibilitas untuk dapat melakukannya dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanannya kepada masyarakat dalam bentuk finansial maupun nonfinansial. Kerja sama yang dilakukan harus berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas, ekonomis, dan saling menguntungkan. Menurut Permendagri No. 79 Tahun 2018 kerja sama yang dapat dilakukan oleh BLUD adalah dalam bentuk: Perjanjian kerjasama operasional, dan Pemanfaatan barang milik Negara Kerja sama operasional BLUD dapat dilakukan melalui pengelolaan manajemen dan proses operasional secara bersama dengan  mitra kerja sama dengan tidak menggunakan barang milik daerah. Sedangkan kerja sama BLUD yang dilakukan melalui pemanfaatan barang milik Negara dapat dilakukan dengan pendayagunaan barang milik daerah dan/ atau optimalisasi barang milik daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan untuk memperoleh pendapatan dan tidak mengurangi kualitas pelayanan umum yang menjadi kewajiban BLUD. Hasil kerja sama yang dilakukan dalam bentuk pendapatan disimpan dalam Rekening Kas BLUD dan dapat digunakan secara langsung untuk membiayai pengeluaran BLUD sesuai Rencana Bisnis Aanggaran (RBA). Tata cara dalam pelaksanaan kerja sama ini diatur dalam peraturan daerah oleh masing-masing daerah.

PENYUSUNAN IKHTISAR RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN

Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) disertai Ikhtisar Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA). Ikhtisar Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) digunakan sebagai bahan untuk menggabungkan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) ke dalam RKA-K/L. Badan Layanan Umum (BLU) mencantumkan penerimaan dan pengeluaran yang tercantum dalam Rencana Bisnis dan Anggaran Badan Layanan Umum (RBA-BLU) ke dalam pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Ikhtisar Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) termasuk belanja dan pengeluaran pembiayaan yang didanai dari saldo awal kas. Pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang dicantumkan dalam Ikhtisar Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) dihitung berdasarkan basis kas. Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) yang dicantumkan ke dalam Ikhtisar Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) mencakup pendapatan. Belanja Badan Layanan Umum (BLU) yang dicantumkan ke dalam Ikhtisar Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) mencakup semua belanja Badan Layanan Umum (BLU), termasuk belanja yang didanai dari APBN, belanja yang didanai dari PNBP Badan Layanan Umum (BLU), penerimaan pembiayaan, dan belanja yang didanai dari saldo awal kas. Belanja BLU dicantumkan kedalam Ikhtisar RBA dalam 3 (tiga) jenis belanja yang terdiri dari Belanja Pegawai, Belanja Barang, dan Belanja Modal. Belanja Pegawai merupakan belanja pegawai yang berasal dari APBN (Rupiah Murni), sedangkan belanja pegawai yang didanai dari PNBP BLU dimasukkan ke dalam Belanja Barang BLU. Belanja Barang terdiri dari Belanja Barang yang berasal dari APBN (Rupiah Murni) dan Belanja Barang yang didanai dari PNBP BLU Belanja Barang yang didanai dari PNBP BLU terdiri dari Belanja Gaji dan Tunjangan, Belanja Barang, Belanja Jasa, Belanja Pemeliharaan, Belanja Perjalanan, dan Belanja Penyediaan Barang dan Jasa BLU Lainnya yang berasal dari PNBP BLU, termasuk Belanja Pengembangan SDM. Belanja Modal terdiri dari Belanja Modal yang berasal dari APBN (Rupiah Murni) dan Belanja Modal BLU. Belanja Modal yang berasal dari APBN (Rupiah Murni) merupakan belanja modal yang bersumber dari Rupiah Murni yang terdiri dari Belanja Modal Tanah, Belanja Modal Peralatan dan Mesin, Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan, dan Belanja Modal Fisik Lainnya. Belanja Modal BLU merupakan belanja modal yang bersumber dari PNBP BLU yang terdiri dari Belanja Modal Tanah, Belanja Modal Peralatan dan Mesin, Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan, dan Belanja Modal Fisik Lainnya. Belanja Modal Fisik Lainnya mencakup antara lain pengeluaran untuk perolehan aset tidak berwujud, pengembangan aplikasi/software yang memenuhi kriteria aset tak berwujud. Pembiayaan mencakup semua penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan BLU. Penerimaan pembiayaan BLU antara lain mencakup penerimaan yang bersumber dari pinjaman jangka pendek, pinjaman jangka panjang, dan/atau penerimaan kembali/penjualan investasi jangka panjang BLU. Pengeluaran pembiayaan BLU mencakup antara lain pengeluaran untuk pembayaran pokok pinjaman, pengeluaran investasi jangka panjang, dan/atau pemberian pinjaman. Pengeluaran pembiayaan BLU yang dicantumkan dalam Ikhtisar RBA adalah pengeluaran pembiayaan yang didanai dari APBN (Rupiah Murni) tahun berjalan dan PNBP BLU. Pengeluaran pembiayaan BLU yang didanai dari APBN (Rupiah Murni) tahun berjalan yang telah tercantum dalam DIPA selain DIPA BLU, atau APBN (Rupiah Murni) tahun lalu dan telah dipertanggungjawabkan dalam pertanggungjawaban APBN sebelumnya, tidak dicantumkan dalam Ikhtisar RBA. Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis penyusunan RBA dan Ikhtisar RBA diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. Referensi : Permenkeu Nomor 92/PMK.05/2011

TUJUAN DARI PENGELOLAAN KEUANGAN BLUD

Undang-Undangan Nomor 1 tahun 2004, khususnya pasal 68 dan pasal 69 memfokuskan pada instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya memberikan pelayanan kepada masyarakat, diberikan fleksibilitas dalam Pola Pengelolaan Keuangannya dan disebut sebagai Badan Layanan Umum. Begitu pula di lingkungan Pemerintah Daerah, terdapat banyak perangkat kerja daerah yang berpotensi untuk dikelola lebih efektif melalui Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum tersebut dan disebut sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).   BLUD merupakan suatu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau unit kerja pada SKPD di lingkungan pemerintah daerah di Indonesia yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang/jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan kegiatannya berdasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Meskipun demikian BLUD ini merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah, dengan status hukum tidak terpisah dari pemerintah daerah. BLUD berbeda dngan SKPD pada umumnya, pola pengelolaan keuangannya memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Fleksibilitas BLUD berupa keleluasaan pengelolaan pendapatan dan biaya, pengelolaan kas, pengelolaan utang, pengelolaan piutang, pengelolaan investasi, pengadaan barang dan/atau jasa, pengelolaan barang, penyusunan akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban, pengelolaan sisa kas di akhir tahun anggaran dan defisit, kerjasama dengan pihak lain, pengelolaan dana secara langsung, perumusan standar, kebijakan, sistem dan prosedur pengelolaan keuangan. Tuntutan khusus yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dari BLUD maka BLUD diberikan privilese. Oleh karena itu, diberikan persyaratan yang selektif dan obyektif dalam penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah atau PPK - BLUD. Kelayakan perangkat daerah untuk menerapkan PPK BLUD ini tidak hanya diseleksi melalui persyaratan administratif saja, tapi juga persyaratan Teknis dan Substantif yang seharusnya telah melekat pada perangkat daerah tersebut. Dan akan dinilai oleh Tim Penilai sesuai dengan SE Mendagri  Nomor 900/2759 SJ Tahun 2008. Dengan demikian, penerapan PPK-BLUD diharapkan tidak sekedar perubahan format belaka namun tercapainya peningkatan kualitas pelayanan publik, kinerja keuangan dan kinerja manfaat bagi masyarakat secara berkesinambungan sejalan dengan salah satu spirit BLUD yang dikelola berdasarkan praktik bisnis yang sehat.

PENYUSUNAN RENSTRA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

Dalam periode lima tahunan, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/ kota. Renstra SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan. Renstra SKPD disusun sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD serta berpedoman kepada RPJMD dan bersifat indikatif. Visi, misi, tujuan, strategi, dan kebijakan dirumuskan dalam rangka mewujudkan pencapaian sasaran program yang ditetapkan dalam RPJMD. Visi adalah keadaan yang ingin diwujudkan SKPD pada akhir periode Renstra SKPD sesuai dengan tugas dan fungsi  yang sejalan dengan pernyataan visi kepala daerah dalam RPJMD. Sedangkan misi SKPD merupakan rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan sesuai tugas dan fungsi, dalam rangka mewujudkan visi SKPD. Setelah terbentuknya visi dan misi, sebuah SKPD juga harus memiliki tujuan yang merupakan sesuatu yang ingin dicapai dari setiap misi SKPD, yang dirumuskan bersifat spesifik, realistis, dilengkapi dengan sasaran yang terukur dan dapat dicapai dalam periode yang direncanakan. Dari setiap tujuan yang telah ditentukan, SKPD merumuskan tujuan tersebut ke dalam strategi  dan kebijakan yang dituangkan berupa langkah-langkah yang berisi program-program indikatif dalam rangka melaksanakan misi untuk mewujudkan visi SKPD. Sedangkan kebijakan merupakan arah/tindakan yang harus dipedomani SKPD dalam melaksanakan strategi untuk mencapai tujuan Renstra SKPD. Perumusan strategi dan kebijakan diikuti dengan penentuan program, kegiatan, tugas dan fungsi. Program merupakan instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dirumuskan, untuk mencapai sasaran dan tujuan sesuai tugas dan fungsi SKPD dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Program dapat berupa program SKPD, program lintas SKPD, dan program kewilayahan. Sasaran program SKPD harus dicapai mempertimbangkan pencapaian SPM yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tahapan Renstra SKPD disusun dengan tahapan pertama persiapan penyusunan renstra SKPD; penyusunan rancangan renstra SKPD; penyusunan rancangan akhir renstra SKPD; dan penetapan renstra SKPD. Segala ketentuan yang telah dijabarkan sebelumnya dijelaskan dalam Bab VI Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010. Adhalina Wahyu Dwi Hapsari Referensi : Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010

PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN RBA BADAN LAYANAN UMUM

Tata cara penyusunan dan format Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) dan mekanisme pengajuan dan pengesahan RBA pada Badan Layanan Umum (BLU) telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Perbendaharaan Nomor 20 tahun 2012. Satuan Kerja yang berstatus sebagai BLU menyusun dokumen RBA dengan berpedoman pada Rencana Stategis Bisnis BLU dan Pagu anggaran Kementerian Negara/ Lembaga yang bersangkutan. Disamping itu, Rencana Strategis Bisnis BLU juga harus sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Negara/ Lembaga. Sedangkan yang dimaksud dengan pagu anggaran ialah batas tertinggi anggaran yang dialokasikan kepada Kementerian Negara/ Lembaga dalam rangka penyusunan RKA-K/L sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah mengenai RKA-K/L. RBA BLU disusun berdasarkan basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya; kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima; dan basis akrual. BLU yang sudah memiliki standar biaya layanan berdasarkan hitungan akuntansi biaya menyusun RBA menggunakan standar biaya tersebut, sedangkan BLU yang belum memiliki standar biaya layanannya, menggunakan standar biaya dari Kementerian Keuangan. Hal-hal yang dimuat dalam RBA setidaknya memuat hal-hal antara lain seluruh program dan kegiatan; target kinerja; kondisi kinerja BLU; asumsi makro dan mikro; kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan; perkiraan biaya; dan perkiraan maju. RBA menganut Pola Anggaran Fleksibel (flexible budget) dengan suatu persentase ambang batas tertentu. Ambang batas tersebut dihitung tanpa memperhitungkan saldo awal kas, dan persentase nya dicantumkan dalam RKA K/L dan DIPA BLU berupa keterangan atau catatan yang memberikan informasi besaran persentase ambang batas. RBA disusun oleh satker BLU diusulkan kepada menteri/ pimpinan lembaga/ ketua dewan kawasan dan disertai dengan usulan standar pelayanan minimal, tarif, dan/au standar biaya. Setelah RBA disetujui, maka RBA tersebut kemudian menjadi dasar penyusunan RKA-K/L untuk satker BLU. RBA yang telah disusun disetujui dan ditandatangani sebagai RBA definitif. Selanjutnya, menteri/ pimpinan lembaga/ ketua dewan kawasan menyampaikan RKA-K/L dan RBA definitif kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Perbendaharaan. Adhalina Wahyu Dwi Hapsari Referensi : Perdirjen 20 tahun 2012

RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN PMK No. 92 TAHUN 2011

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. BLU menyusun rencana strategis bisnis 5 (lima) tahunan dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL). BLU menyusun Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis bisnis disertai prakiraan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) tahun berikutnya. Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) memuat seluruh program, kegiatan, anggaran penerimaan/pendapatan, anggaran pengeluaran/belanja, estimasi saldo awal kas, dan estimasi saldo akhir kas BLU. Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) disusun berdasarkan: basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya. kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima. basis akrual. Badan Layanan Umum (BLU) yang telah menyusun Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) berdasarkan basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya serta menyusun standar biaya, menggunakan standar biaya tersebut. Dalam hal Badan Layanan Umum (BLU) belum menyusun Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) berdasarkan basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya dan belum mampu menyusun standar biaya, Badan Layanan Umum (BLU) menggunakan standar biaya umum. Kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima , terdiri dari: pendapatan yang akan diperoleh dari layanan yang diberikan kepada masyarakat. hibah tidak terikat dan/atau hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain. hasil kerja sama Badan Layanan Umum (BLU) dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya. penerimaan lainnya yang sah. penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN. Hasil usaha lainnya antara lain terdiri dari pendapatan jasa lembaga keuangan, hasil penjualan aset tetap, dan pendapatan sewa.Pendapatan dilaporkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Negara/Lembaga. Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) menganut Pola Anggaran Fleksibel (flexible budget) dengan suatu Persentase Ambang Batas tertentu. Pola Anggaran Fleksibel hanya berlaku untuk belanja yang bersumber dari pendapatan. Persentase Ambang Batas dihitung tanpa memperhitungkan saldo awal kas, Persentase Ambang Batas tertentu tercantum dalam RKA-K/L dan DIPA BLU. Pencantuman ambang batas dalam RKA-K/L dan DIPA BLU dapat berupa keterangan atau catatan yang memberikan informasi besaran Persentase Ambang Batas.

Jumlah Viewers: 614