Artikel BLUD.id

PERUBAHAN ANGGARAN PART II “Pergeseran Anggaran Belanja BLUD”

Perubahan situasi dan kondisi karena meningkatnya pendapatan atau terdapat kebutuhan mendesak atas suatu barang maka RBA dapat mengalami pergeseran. Pada pasal 61 ayat (4) Permendagri 79/2018 menjelaskan bahwa BLUD dapat melakukan pergeseran rincian belanja, sepanjang tidak melebihi pagu anggaran dalam jenis belanja pada DPA untuk selanjutnya disampaikan kepada PPKD. Setelah kita membahas mengenai Proses Pengajuan, Penetapan, Perubahan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA), maka sekarang kita akan membahas mengenai Pergeseran Anggaran Belanja BLUD. Bagaimana alur, prinsip dan realisasi Pergeseran Anggaran Belanja BLUD ? Silahkan baca artikel dibawah ini. Prinsip Pergeseran RBA Pada prinsipnya BLUD dapat melakukan pergeseran RBA tentunya selama memperhatikan beberapa aspek penting berikut ini: Tertib administrasi. BLUD dalam melakukan pergeseran RBA harus melaksanakan dengan tahapan yang telah ditetapkan dalam pengelolaan BLUD termasuk dalam hal kelengkapan dokumen administrasi pendukung yang dibutuhkan dalam melakukan pergeseran RBA. Efektivitas pelayanan. Pergeseran RBA ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas pelayanan BLUD kepada masyarakat. Sehingga dalam pelaksanaannya nanti juga dapat menghasilkan kepuasan atas layanan yang diberikan. Efisiensi. Dengan melakukan pergeseran RBA, BLUD dapat melakukan efisiensi, khususnya terkait penggunaan anggaran belanja sesuai dengan Skala prioritas. Sehingga dapat digunakan sesuai peruntukan layanannya masing-masing. Transparansi. BLUD dapat mengelola setiap sumber pendapatan BLUD yang ada dengan merealisasikan dalam bentuk belanja BLUD pada setiap kegiatan dan layanan yang ada dengan bantuan yang diwujudkan dalam pergeseran RBA yang dapat memperlihatkan secara transparan penggunaan dana tersebut.   Dapat dipertanggungjawabkan. Pergeseran RBA ini tentunya membuat BLUD semakin mampu untuk mempertanggungjawabkan penggunaan dana BLUD melalui pengawasan dari masing- masing BLUD terkait Pertimbangan Pergeseran RBA  Sementara dari aspek pertimbangan, BLUD dapat melakukan pergeseran RBA dengan memperhatikan hal-hal berikut: Prioritas pelayanan. Dalam pergeseran RBA, BLUD dapat menentukan Skala prioritas pelayanan. Skala prioritas yang dimaksud adalah mana yang harus didahulukan terlebih dahulu. Sehingga layanan yang diberikan dapat berjalan secara optimal. Kecepatan pelayanan. Aspek ini memberikan pengaruh terhadap efektivitas pelayanan BLUD sehingga dalam melakukan pergeseran RBA, kecepatan pelayanan menjadi salah satu yang dapat dipertimbangkan. Kesinambungan layanan. Pergeseran RBA tentunya mempertimbangkan kesinambungan yang akan ditimbulkan terhadap layanan BLUD karena melihat kondisi keuangan dan stabilitas layanan yang dapat dilaksanakan dalam layanan BLUD tersebut. Kondisi darurat. Hal ini sering menjadi pertimbangan pergeseran RBA pada BLUD, melihat kondisi kesehatan pada pelaksanaanya masih terus mengkhawatirkan sehingga perlu ada kebijakan khusus secara cepat yang dapat diputuskan dalam menghadapi pertimbangan kondisi darurat ini. Tidak melebihi pagu belanja. BLUD dalam melaksanakan pergeseran RBA tentunya tidak mengesampingkan pagu belanja ini karena ada beberapa syarat penting yang mesti dilakukan terlebih dahulu jika melebihi pagu belanja tersebut yaitu melakukan usulan perubahan RBA. Pertimbangan Lain Adapun pertimbangan Iain yang dapat mengakibatkan RBA mengalami pergeseran adalah sebagai berikut: BLUD memiliki fleksibilitas dalam penganggaran. Oleh karena itu, jika ada hal tidak terduga yang terjadi, BLUD dapat menyesuaikan/menggeser RBA sesuai dengan keadaan yang dialami' misalnya BLUD RSUD menggeser anggaran pembelian Obat umum menjadi untuk pembelian obat untuk penyakit tertentu di tengah wabah. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa fleksibilitas BLUD tergantung pada perda masing-masing daerah dan ditetapkan dalam RBA BLUD. Pada dokumen RKA-SKPD hanya terdapat tiga rekening akun pos besar, yaitu pendapatan' belanja dan pembiayaan, sedangkan di dokumen RBA BLUD dapat memiliki banyak rincian objek. Oleh karena itu, dengan adanya fleksibilitas pergeseran RBA, BLUD dapat menyesuaikan RBA sesuai dengan kebutuhan kegiatannya. Terdapat variabel tidak terduga dalam harga barang/jasa. Misalnya, harga Obat RSUD yang merupakan barang yang harus dibeli BLUD tiba-tiba meningkat tajam akibat adanya wabah. Dengan adanya pergeseran RBA, BLUD dapat menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Realisasi pergeseran RBA Realisasi pergeseran RBA digunakan untuk melakukan perubahan RBA, RKA-SKPD dan RAPBD pada waktu masuknya jadwal dilakukan perubahan RKA-SKPD dan RAPBD. Perlu diingat bahwa pergeseran di level jenis belanja dapat langsung dilakukan tanpa dikonfirmasi ke PPKD dengan syarat pada saat pengajuan Perubahan RBA dijelaskan alasan Perubahan RBA supaya pergeseran tersebut dapat diakomodir di level jenis belanjanya. Pergeseran anggaran belanja BLUD dapat dilakukan antar program, antar kegiatan, antar sub kegiatan, dan antar kelompok, antar jenis, antar objek, antar rincian objek dan/atau sub rincian Objek, sepanjang tidak melampaui pagu jenis belanja yang terdapat pada ringkasan RBA. Setiap pergeseran anggaran belanja BLUD antar objek, rincian objek dan sub rincian objek dalam jenis yang sama dilakukan atas persetujuan Pemimpin BLUD dan selanjutnya disampaikan ke Kepala SKPD yang membidangi dan PPKD.   Sesuai artikel sebelumnya bahwa Perubahan RBA dapat dilakukan karena empat hal yaitu:  Pergeseran anggaran belanja BLUD; Penggunaan ambang batas;  Penggunaan silpa.BLUD tahun sebelumnya; dan  Penyesuaian silpa BLUD tahun sebelumnya.   Artikel selanjutnya kita akan membahas mengenai perubahan anggaran karena penggunaan Ambang Batas To be continued part III

PERUBAHAN ANGGARAN PART I "Proses Pengajuan, Penetapan, Perubahan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA)"

Kali ini kita akan membahas mengenai proses pengajuan, penetapan, perubahan rencana bisnis dan anggaran (RBA).  Bagaimana alur dan proses pengajuan, penetapan, perubahan rencana bisnis dan anggaran (RBA), silahkan baca artikel dibawah ini. Dokumen RBA yang telah tersusun oleh BLUD serta sudah dikonversi dan diintegrasikan/dikonsolidasikan oleh unit kerja yang membidangi program dan anggaran SKPD menjadi RKA-SKPD, maka dimulailah proses pengajuan dan penetapan RBA. Proses ini tidak akan terlepas dari proses pengajuan RKA-SKPD menjadi RAPBD. Proses pengajuan dan penetapan RBA dapat dijelaskan sebagai berikut: RKA-SKPD beserta RBA yang sudah disusun di SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD. RBA tersebut merupakan kesatuan dari RKA-SKPD. PPKD menyampaikan RKA-SKPD beserta RBA kepada TAPD untuk dilakukan penelaahan. Hasil penelaahan antara lain digunakan sebagai dasar pertimbangan alokasi dana APBD untuk BLUD. TAPD menyampaikan kembali RKA-SKPD beserta RBA yang telah dilakukan penelaahan kepada PPKD untuk dicantumkan dalam rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang selanjutnya ditetapkan menjadi Peraturan Daerah tentang APBD. Tahapan dan jadwal proses penyusunan dan penetapan RBA mengikuti tahapan dan jadwal proses penyusunan dan penetapan APBD. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan, pengajuan. penetapan, perubahan RBA BLUD diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. Untuk dapat memperoleh gambaran tahapan pengajuan dan penetapan RBA dapat dilihat pada diagram berikut. Tahapan Pengajuan dan Penetapan RBA BLUD   Perubahan RBA Perubahan RBA dapat dilakukan karena empat hal yaitu: Pergeseran anggaran belanja BLUD; Penggunaan ambang batas; Penggunaan silpa.BLUD tahun sebelumnya; dan Penyesuaian silpa BLUD tahun sebelumnya. Keempat hal tersebut dapat menyebabkan perubahan RBA yang kemudian akan dikonversi dan dikonsolidasikan pada RKA-SKPD untuk selanjutnya menjadi Perubahan RAPBD. Keempat hal tersebut ditetapkan melalui perubahan RBA Belanja per Kegiatan yang ditandatangani Pemimpin BLUD yang kemudian akan mempengaruhi anggaran kas. Pergeseran RBA ini sebaiknya dilakukan paling cepat 1 (satu) bulan sekali tergantung kesiapan Manajemen BLUD. Pada waktu masuknya jadwal dilakukan perubahan RKA-SKPD dan RAPBD, realisasi keempat jenis perubahan RBA tersebut digunakan untuk melakukan perubahan RBA, RKA-SKPD dan RAPBD. Realisasi keempat jenis perubahan RBA tersebut, walaupun sebelum perubahan RBA, RKA-SKPD dan RAPBD, pelaksanaan belanja telah dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari kepala daerah melalui peraturan kepala daerah, realisasi pelaksanaan belanja tersebut diajukan dalam perubahan RBA, RKA-SKPD dan RAPBD. Penjelasan lebih rinci dari keempat jenis perubahan RBA akan kami bahas di artikel selanjutnya 😊

Pengakuan, Pencatatan, dan Korensi Pendapatan BLUD

Seperti yang  sudah dibahas pada artikel “Struktur Anggaran BLUD”. Pendapatan yang diterima oleh BLUD dapat bersumber dari jasa layanan, hibah, hasil kerjasama dengan pihak lain, APBD, dan lain-lain pendapatan BLUD yang sah. Oleh karena itu, artikel kali ini kita akan membahas mengenai Pengakuan, Pencatatan, dan Korensi Pendapatan BLUD. Saat menerima pendapatan, BLUD mengakui pendapatan dengan basis akrual untuk Pendapatan-LO di Laporan Operasional dan basis kas untuk Pendapatan-LRA di Laporan Pendapatan-LRA. Menurut PSAP Nomor 13 Pendapatan-LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan dan pendapatan direalisasi. Hal ini bermakna bahwa adanya aliran masuk sumber daya ekonomi sementara Pendapatan-LRA diakui pada saat pendapatan kas yang diterima BLUD diakui sebagai pendapatan oleh Bendahara Penerimaan. Akuntansi Pendapatan-LO dan Pendapatan-LRA dilaksanakan berdasarkan asas bruto. Hal ini dilakukan dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). Namun, apabila dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LRA bruto (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat dianggarkan terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan proses belum selesai, maka asas bruto dapat dikecualikan. Apabila BLUD melakukan kerja sama Operasi dengan pihak ketiga maka pendapatan dari Kerja Sama Operasi (KSO), diakui berdasarkan asas neto. Namun, terlebih dahulu mengeluarkan bagian pendapatan yang merupakan hak mitra KSO (pihak ketiga). Apabila terdapat kesalahan pencatatan pendapatan yang timbul dari adanya kesalahan perhitungan, kesalahan dalam penetapan standar dan kebijakan akuntansi, serta kesalahan interpretasi fakta, atau kelalaian yang mempengaruhi kas, BLUD dapat melakukan koreksi pendapatan. Dokumen pencairan yang dapat digunakan berupa surat pencairan dana BLUD, kuitansi atau dokumen lainnya yang sah. Perlakuan untuk transaksi koreksi pendapatan atas penerimaan pendapatan pada periode tahun berkenaan dibukukan sebagai pengurang pendapatan periode tahun bersangkutan. Sedangkan untuk koreksi dan pengembalian atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode tahun sebelumnya, dibukukan sebagai belanja lain pada periode ditemukan kesalahan, koreksi dan pengembalian tersebut. Demikianlah pengakuan pendapatan, pencatatan, dan koreksi pendapatan pada BLUD.   Sumber: PSAP Nomor 13 Penyajian Laporan Keuangan Badan Layanan Umum Buku Pedoman Permendagri Nomor 78 Tahun 2019

STRUKTUR ORGANISASI DAN SDM BLUD (PART II)

Artikel kali ini kita akan melanjutkan membahas mengenai STRUKTUR ORGANISASI DAN SDM BLUD.  Struktur Organisasi dan SDM UPT Khusus untuk UPTD yang berbentuk rumah sakit daerah di provinsi diatur pada pasal 14 Permendagri 12/2017 sebagai berikut: Selain UPTD provinsi sebagimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1), terdapat UPTD provinsi dibidang kesehatan berupa Rumah Sakit Daerah provinsi sebagai unit organisasi bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja secara profesional. Rumah Sakit Daerah provinsi dipimpin oleh Direktur Rumah Sakit Daerah provinsi yang diangkat dari penjabat fungsional dokter/dokter gigi yang diberikan tugas tambahan. Rumah Sakit Daerah provinsi bersifat otonom dalam penyelanggaraan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis serta menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah.  Dalam hal Rumah Sakit Daerah provinsi belum menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah,pengelolaan keuangn Rumah Sakit Daerah tetap bersifat otonom dalam perencanaan,pelaksanaaan,dan pertanggungjawaban keuangan. Rumah Sakit Daerah provinsi dalam penyelanggarakan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis,dibina dan bertanggungjawab kepada dinas yang menyelaggarakan Urusan Pemerintahan dan dibidang kesehatan. Pertanggungajawaban sebagaimana dimkasud pada ayat (5) dilaksankan melalui penyempaian laporan kinerja rumah sakit kepada kepala dinas yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dibidang Rumah Sakit. Pembinaan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis serta pertanggungjawaban sebgaimana yang dimaksud pada ayat (5) dilaksankan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan dibidang kesehatan. Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata hubungan kerja Rumah Sakit Daerah provinsi serta pengelolaan keuangan kerja Rumah Sakit Daerah provinsi diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Struktur Organisasi dan SDM RUMAH SAKIT Perlakuan khusus rumah sakit daerah provinsi dibanding UPTD lain sudah tergambar pada pasal 14 ayat (3) dan (4) Permendagri 12/2017 di atas. Pada perkembangannya perlakuan khusus rumah sakit daerah provinsi diperkuat lagi dengan pasal 21 ayat (2) PP 72/2019, yang menjelaskan bahwa sebagal unit organisasi bersifat khusus, Rumah Sakit Daerah provinsi memiliki otonomi dalampengelolaan keuangan dan Barang Milik Daerah serta bidang kepegawaian. Pasal ayat (3) dijelaskan pula bahwa Rumah Sakit Daerah provinsi dipimpin oleh direktur Rumah Sakit Daerah provinsi. Pasal 21A ayat (1) PP 72/2019 menjelaskan bahwa Direktur Rumah Sakit Daerah provinsi dalam pengelolaan keuangan dan Barang Milik Daerah serta bidang kepegawaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) bertanggung jawab kepada kepala dinas yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan. Kemudian pada ayat (2) menjelaskan bahwa pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui penyampaian laporan pelaksanaan pengelolaan keuangan dan Barang Milik Daerah serta bidang kepegawaian Rumah Sakit Daerah provinsi.

STRUKTUR ORGANISASI DAN SUMBER DAYA MANUSIA BLUD

Artikel kali ini kita akan membahas struktur organisasi dan sumber daya manusia. BLUD. Bagaimana penjelasan mengenai struktur organisasi dan sumber daya manusia. Struktur Organisasi BLUD Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya dimana setidaknya ada 2 (dua) kelompok besar jenis BLUD bedasarkan bidang kerjanya. Kelompok ini terbagi menjadi 2 yaitu : Bidang Kesehatan dan Bidang Non Kesehatan. Bab ini akan menjelaskan struktur organisasi apa saja yang bisa digunakan untuk menjalankan BLUD pada kelompok besar tersebut. Pada pasal 29 Permendagri 79/2018 menyatakan bahwa instansi yang bisa menjadi BLUD adalah Unit Pelaksanaan Teknis Dinas/Badan Daerah (selanjutnya disebut UPTD) yang memenuhu persyaratan substantif,teknis dan adminstratif. Pengaturan Unit Peksana Teknis/Badan Daerah Sendiri diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah (selajutnya disebut PP 18/2016) sebagaimana yang telah dirubah terakhir kali dengan Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2019 (selanjutnya disebut PP 72/2019) dan untuk operasionalnya diatur oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 17 Tentang Pedoman Pembetukan Dan Klasifikasi Cabang Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Daerah  (selanjunya disebut Pemendagri 12/2017). Stuktur Organisasi Unit Pengelola Daerah secara Umum Untuk lebih memahami struktur organisasi yang digunakan oleh BLUD maka perlu dipahami lebih jauh struktur organiasi perangkat daerah yang sudah diatur di dalam peraturan perundang undangan yang sudah ada. Struktur Organisasi perangkat daerah yang dapat menjadi BLUD adalah UPTD yang dibagi menjadi UPTD Provinsi dan UPTD Kabupaten/Kota. Berikut adalah penelaah lebih jauh mengenai kedua UPTD tersebut. UPTD Provinsi Unit Pelaksana Teknis Dinas /Badan Daerah secara umum di Provinsi diatur oleh pasal 11 Pemendagri 12/2017, pada dinas atau badan derah provinsi dapat dibentuk UPTD provinsi untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu. Khusus untuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Provinsi Bidang Pendidikan diatur oleh pasal 13. Peraturan ini menjelaskan bahwa terdapat unit pelaksana teknis dinas daerah di provinsi bidang pendidikan berupa satuan pendididikan derah provinsi. Satuan pendidikan daerah provinsi tersebut berbentuk satuan pendidikan formal.

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH (SAP)

Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) adalah prinsip - prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan adalah konsep dasar penyusunan dan pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan merupakan acuan bagi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, penyusun laporan keuangan, pemeriksa, dan pengguna laporan keuangan dalam mencari pemecahan atas sesuatu masalah yang belum diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dinyatakan dalam bentuk Pernyataan Standar akuntansi Pemerintahan (PSAP). Pernyataan Standar akuntansi Pemerintahan (PSAP)dapat dilengkapi dengan IPSAP dan /atau Buletin Teknis SAP. Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat IPSAP, adalah penjelasan, klarifikasi, dan uraian lebih lanjut atas PSAP. Sedangkan Buletin Teknis SAP adalah informasi yang berisi penjelasan teknis akuntansi sebagai pedoman bagi pengguna. Pemerintah menerapkan SAP Berbasis Akrual. SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.

Jumlah Viewers: 665