Artikel BLUD.id

Konsep Dasar Akuntansi Pemerintah Daerah

Pengaturan secara teknis implementasi Akuntansi Pemerintah telah diatur Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 tahun 2013 tentang Penerapan SAP Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah. Laporan keuangan pokok yang diatur oleh permendagri tersebut juga sesuai dengan SAP yaitu laporan realisasi anggaran, laporan operasional, laporan perubahan saldo anggaran lebih, laporan perubahan ekuitas, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Basis akuntansi yang biasa digunakan Pemerintah Daerah terbagi menjadi dua, yaitu Basis Kas dan Basis Akrual. 1.Basis Kas  Basis Akuntansi yang digunakan dengan laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan realisasi atas pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam laporan realisasi anggaran. Basis kas untuk laporan realisasi anggaran berarti pendapatan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum Daerah atau oleh entitas pelaporan. Sementara untuk belanja diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Daerah atau entitas pelaporan. 2.Basis Akrual  Basis akrual merupakan pencatatan akuntansi untuk transaksi yang telah dirasakan manfaat dan/atau haknya meskipun belum terjadi adanya aliran kas yang diterima ataupun dikeluarkan dari kas atau rekening kas umum daerah. Walaupun PP 71/2010 dan Permendagri 64/2013 mengatur akuntansi berbasis akrual, namun pencatatan dan penyajian dalam basis kas masih dibutuhkan dalam beberapa laporan. Hal tersebut dijelaskan dalam kerangka konseptual SAP sebagai berikut: Kerangka Konseptual paragraf 42: basis akuntansi yang digunakan adalah basis akrual untuk pengakuan pendapatan-LO, beban, aset, kewajiban, dan ekuitas.  Kerangka Konseptual paragraf 43: Basis akrual untuk LO berarti bahwa pendapatan diakui pada saat hak untuk memperoleh pendapatan telah terpenuhi walaupun kas belum diterima di Rekening Kas Umum Daerah atau oleh entitas pelaporan dan beban diakui pada saat kewajiban yang mengakibatkan penurunan nilai kekayaan bersih telah terpenuhi walaupun kas belum dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Daerah atau entitas pelaporan. Pendapatan seperti bantuan pihak luar/asing dalam bentuk jasa disajikan pula pada LO. Kerangka Konseptual paragraf 44: apabila anggaran disusun dan dilaksanakan berdasarkan basis akrual, maka LRA disusun berdasarkan basis akrual. Jika dilihat dari segi laporan keuangan yang disusun, baik Pemerintah Daerah dan BLUD hampir sama. Perbedaan antara keduanya terlihat jelas pada pos akun yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan, dimana pos akun yang digunakan pada Pemerintah Daerah lebih lengkap. Pos akun yang tidak digunakan oleh BLUD adalah kas di kas daerah, kas di bendahara penerimaan SKPD dan kas di bendahara pengeluaran SKPD serta pos akun RK PPKD dan RK SKPD yang biasanya digunakan untuk akun konsolidasi.

Jurnal Akuntansi

Proses awal dalam siklus akuntansi adalah identifikasi transaksi dimulai dengan pengumpulan data, bukti transaksi kemudian dikelompokkan transaksi-transaksi yang terjadi yang dapat dipertanggungjawabkan berupa nota, faktur, kuitansi atau memo yang diverifikasi. Semua transaksi yang sudah dikelompokkan, maka harus dicatat ke dalam jurnal berdasarkan urutan kronologi transaksi keuangan. Jurnal adalah alat untuk mencatat transaksi-transaksi suatu entitas secara kronologis dan sistematis. Jurnal memiliki fungsi sebagai berikut: 1.Fungsi Analis  Fungsi analis yaitu fungsi untuk menentukan perkiraan yang di debet dan perkiraan yang dikredit serta jumlahnya masing-masing.  2.Fungsi Pencatatan  Fungsi pencatatan yaitu untuk mencatat transaksi keuangan dalam kolom debet dan kredit serta keterangan yang perlu.  3.Fungsi Historis Fungsi historis yaitu untuk mencatat aktivitas perusahaan secara kronologis. Pencatatan transaksi dalam jurnal diatur dalam sebuah mekanisme debit dan kredit. Pengertian Debit dalam akuntansi menunjukkan sisi sebelah kiri dan kredit menunjukkan sebelah kanan. Mekanisme debit dan kredit terlihat dalam tabel sebagai berikut: Tabel Mekanisme Debit dan Kredit

Kunjungan Tim BLUD ke kantor BKAD Kabupaten Subang dan Dinkes Purwakarta

Pada hari kamis, 12 Januari 2023. Tim Syncore BLUD melakukan kunjungan ke kantor BKAD Kabupaten Subang dan Dinkes Purwakarta.  Dalam kunjungan tersebut tim Syncore BLUD bertemu dengan Bapak Budhi Purnama selaku kasubag keuangan BKAD Kabupaten Subang. Beliau menjelaskan bahwa terdapat 40 puskesmas di kabupaten Subang dan telah Menerapkan BLUD. Kendala yang terjadi adalah dikarenakan banyaknya bendahara baru di puskesmas kabupaten Subang maka membutuhkan Materi terkait PPK BLUD serta materi terkait investasi BLUD. Dalam kunjungan tersebut membicarakan terkait Kerjasama yang dapat dilakukan oleh pihak Dinkes dan BKAD kabupaten Subang Bersama tim Syncore BLUD. Setelah melakukan kunjungan di Kantor BKAD Kabupaten Subang, tim Syncore BLUD melakukan kunjungan ke kantor Dinas Kesehatan Purwakarta.  Dalam kunjungan tim Syncore BLUD bertemu dengan bapak Panji selaku staf sub koordinasi Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Purwakarta. beliau menjelaskan bahwa terdapat kurang lebih 20 puskesmas di Purwakarta dan telah BLUD sejak 2020 atau kurang lebih 2 tahun. Kendala yang terjadi adalah penyusunan Laporan keuangan masih dilakukan secara manual. Pembahasan terkait Kerjasama akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya dikarenakan Bapak Agus Selaku kepala Sub Koordinasi Pelayanan Kesehatan sedang berada diluar kota.

Konsep Dasar Akuntansi BLUD

Salah satu bentuk pengelolaan keuangan yang dapat dilakukan oleh pemerintahan daerah adalah membentuk BLUD yang mana pengelolaannya diberi fleksibilitas dikecualikan dari pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. Selama dalam koridor pencapaian sasaran dan tujuan SKPD yang membawahinya serta visi misi dari pemerintah daerah terkait. Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan peraturan teknis terkait BLUD melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah (selanjutnya disingkat Permendagri 79/2018). Permendagri 79/2018 bertujuan untuk dijadikan pedoman teknis dalam pendirian dan pengelolaan dari Badan layanan Umum Daerah, termasuk pengelolaan keuangannya Kemudian dari segi pertanggungjawaban atas pengelolaan BLUD dilakukan penyajian laporan keuangan seperti sistem akuntansi yang diterapkan pada pemerintah daerah. Adapun laporan keuangan BLUD menurut Permendagri 79/2018 ini sama seperti yang telah ditentukan pada PSAP 13 dalam bentuk 7 (tujuh) laporan keuangan. PSAP 13 ini menetapkan bahwa Badan Layanan Umum selaku entitas akuntansi sekaligus entitas pelaporan menyusun laporan keuangan berbasis akrual. Tujuan umum laporan keuangan BLUD adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik tujuan laporan keuangan BLUD adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan. Dalam PSAP 13 ini pun menyebutkan komponen-komponen laporan keuangan apa saja yang perlu dibuat oleh setiap BLUD. Ketujuh laporan ini secara umum hampir sama seperti yang disebutkan pada PP 12/2019 dan Permendagri 79/2018. Namun demikian format laporan keuangan BLUD secara lengkap hanya terdapat pada PSAP 13 ini. Laporan keuangan BLUD tersebut untuk memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi dan kewajiban BLUD pada tanggal pelaporan dan arus sumber daya ekonomi selama periode berjalan. Informasi ini diperlukan pengguna untuk melakukan penilaian kinerja BLUD dalam menyelenggarakan pelayanan sesuai bidangnya.

Permasalahan yang Terkait Pengelolaan BLUD

Dalam perjalanannya untuk menerapkan BLUD tidak mudah. Berdasarkan artikel dari website Kementerian Dalam Negeri yang sama, dapat diidentifikasi beberapa kendala yang dihadapi dalam penerapan BLUD yaitu: 1. Terdapat Persyaratan Tertentu yang harus dipenuhi sebelum menjadi BLUD  Dengan adanya fleksibilitas, penerapan BLUD menjadi salah satu alternatif dalam pengelolaan keuangan bagi beberapa daerah. Namun demikian, dalam perjalanannya untuk menerapkan BLUD tidak mudah. Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh SKPD atau unit kerja tersebut, yaitu persyaratan substantif, teknis, dan administratif.  Pertama, persyaratan substantif terpenuhi, apabila SKPD atau unit kerja pada SKPD yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan:  Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan masyarakat; Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.  Kedua, persyaratan teknis terpenuhi, apabila:  Kinerja pelayanan di bidang tugas dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLUD, sebagaimana direkomendasikan oleh sekretaris daerah/kepala SKPD yang bersangkutan; Kinerja keuangan SKPD atau unit kerja pada SKPD yang bersangkutan adalah sehat, sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLUD.  Ketiga, persyaratan administratif terpenuhi apabila SKPD atau Unit Kerja pada SKPD yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen sebagai berikut: Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; Pola tata kelola; Rencana strategis; Laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan; Standar pelayanan minimal; Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.  Kendala di Lingkungan Internal dan Eksternal BLUD  Kendala di lingkungan internal BLUD antara lain, masih terbatasnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang memahami operasional BLUD. Sedangkan, kendala di lingkungan eksternal BLUD, antara lain berasal dari Kepala Daerah, Ketua/Anggota DPRD, pejabat di lingkungan Sekretariat Daerah seperti Biro/Bagian Hukum, Biro/Bagian Organisasi, Biro/Bagian Ekonomi Pembangunan, pejabat di lingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), pejabat di lingkungan Inspektorat Daerah, dan SKPD lain yang terkait dalam penerapan BLUD, ada yang belum memahami esensi, makna dan operasional dalam penerapan BLUD. Hal tersebut juga dilandasi faktor adanya pergantian pejabat di daerah yang sangat dinamis, mengakibatkan sering terjadinya penggantian pejabat di pemda, dimana yang sudah memahami implementasi BLUD diganti, padahal BLUD-nya baru ditetapkan. Mengakibatkan pejabat yang baru perlu pemahaman dan belajar lagi mengenai BLUD.  Kurangnya Pemahaman Terkait dengan Implementasi BLUD  Salah satu kendala dari penerapan BLUD adalah kurangnya pemahaman terhadap BLUD, seperti: a.Status BLUD bertahap  Sesuai PP 23/2005, penerapan BLUD dengan status BLUD bertahap hanya berlaku paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan. Sehingga, untuk menjadi BLUD dengan status penuh seharusnya tidak perlu menunggu sampai tiga tahun, sepanjang dokumen administratif yang diajukan kembali kepada kepala daerah dan dinilai oleh tim penilai dirasa sudah memuaskan dapat ditetapkan menjadi BLUD dengan status penuh. Pengalaman yang lalu banyak BLUD menunggu sampai dengan batas waktu berlakunya BLUD bertahap baru mengajukan BLUD penuh, bahkan ada yang tidak mengajukan BLUD Penuh. Pengaturan BLUD dalam Permendagri 79/2018 sudah tidak dikenal lagi status BLUD (bertahap/penuh).  BLUD dipersamakan dengan BUMD  Ada pemahaman BLUD dipersamakan dengan BUMD, sehingga setelah menerapkan BLUD, APBD langsung dihentikan atau alokasi anggaran dari APBD ke BLUD hanya untuk belanja pegawai. Pemahaman seperti ini adalah kurang pas. Karena BLUD hanya instrumen yang diberikan kepada unit-unit pelayanan milik Pemda agar memberi pelayanan kepada masyarakat menjadi optimal. Sehingga, kewajiban Pemda dalam hal ini APBD masih dimungkinkan malah menjadi wajib khususnya yang merupakan bidang layanan dasar dan urusan wajib pemda, baik untuk Belanja Pegawai, Belanja Barang/Jasa, maupun Belanja Modal. Namun demikian, setelah menerapkan BLUD diharapkan peran APBD untuk operasional BLUD secara persentase makin lama makin turun.  Peran DPRD pada Penerapan BLUD  Selama ini, banyak yang mempertanyakan peran DPRD pada BLUD dikarenakan penetapan SKPD/Unit Kerja pada SKPD untuk menerapkan BLUD menjadi domain eksekutif dengan Keputusan Kepala Daerah, dan penetapan tarif layanan yang merupakan salah satu fleksibilitas BLUD penetapannya dengan Peraturan Kepala Daerah.  Dalam hal tersebut, maka peran DPRD adalah pada waktu pembahasan KUA dan PPAS serta Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, dewan akan melihat dan membahas target kinerja pada RBA yang akan dicapai dalam satu tahun anggaran. Demikian juga dalam pembahasan laporan pertanggungjawaban APBD, DPRD akan melihat tercapai tidaknya target-target kinerja yang tercantum dalam RBA. Jika target-target tersebut tidak tercapai, DPRD dapat merekomendasi kepada kepala daerah berupa masukan-masukan perbaikan agar pelayanan pemda yang sudah menerapkan BLUD harus lebih baik lagi.   [wpdm_package id='14387']

BADAN LAYANAN UMUM MUSEUM NASIONAL INDONESIA (II)

Pada artikel Museum Nasional Indonesia Part1 telah dijelaskan mengenai sejarah dari Museum Nasional Indonesia dan perkenalannya dengan Syncore Indonesia. Pada artikel kali ini, kami akan membahas mengenai Workshop Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang diselenggarakan oleh Syncore Indonesia, berikut adalah artikelnya Seperti yang kita tahu pada artikel sebelumnya bahwa, Museum Nasional Indonesia mengalami berbagai hambatan dalam pola pengelolaan keuangan BLUnya. Museum Nasional Indonesia menyadari masih banyak kekurangan dalam hal pemahaman mengenai BLU maupun implementasi BLUnya. Oleh karena itu Museum Nasional Indonesia bekerjasama dengan Syncore Indonesia untuk memberikan pemahaman mengenai pola pengelolaan BLU melalui workshop PPK BLU Museum Nasional Indonesia.  Workshop pola pengelolaan BLU dimulai pada hari Jum’at 23 Desember 2022 yang dibagi menjadi 2 sesi, sesi pertama diawali dengan sambutan dari perwakilan Museum Nasional Indonesia yaitu ibu Deby selaku bagian keuangan Museum yang menyampaikan bahwa Museum Nasional Indonesia baru ditetapkan penerapan BLU pada tahun 2021, dan baru mulai mengimplementasikan pengelolaan keuangan BLU pada awal tahun 2022, sehingga belum begitu memahami mengenai BLU terutama yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan BLU. Oleh karena itu, Museum Nasional Indonesia sangat antusias untuk mengikuti workshop workshop pola pengelolaan keuangan BLU yang diselenggarakan oleh tim Syncore Indonesia. Diharapkan dengan mengikuti workshop tersebut, Museum Nasional Indonesia dapat memahami tentang Pola Pengelolaan Keuangan BLU, sehingga dalam pengelolaan keuangannya dapat lebih efektif dan efisien, serta dapat memberikan pelayanan secara maksimal ke masyarakat. Selain itu ibu Deby juga menyampaikan bahwa Indonesia belum memiliki wadah sebagai rumah utama untuk menaungi seluruh museum di indonesia, oleh karena itu kementerian pendidikan dan kebudayaan menunjuk Museum Nasional Indonesia untuk menjadi rumah dari museum seluruh indonesia. Ditunjuk untuk menerapkan BLU sehingga dapat menjadi percontohan bagi museum lainnya, karena Museum Nasional Indonesia merupakan BLU museum pertama di Indonesia. Setelah sambutan dari perwakilan Museum Nasional Indonesia, dilanjutkan dengan penjelasan mengenai tata kelola BLU yang disampaikan oleh bapak Niza Wibyana Tito, M.Kom, M.M., CAAT selaku narasumber dari Syncore Indonesia. Dengan penjelasan yang disampaikan oleh narasumber, Museum Nasional Indonesia cukup antusias, ditandai dengan adanya diskusi antara Ibu Debby dengan narasumber dari Syncore Indonesia, seperti berikut ini: Ibu Debby: Saat ini museum nasional indonesia memiliki 2 bendahara yang di SK kan menteri, yaitu bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran, namun bendahara pengeluaran saat ini hanya difokuskan pada RM, sedangkan penerimaan dan pengeluaran BLU di kelola oleh bendahara penerimaan. Jika seperti bagaimana ya pak sebaiknya? Bapak Tito: Yang perlu di SK kan menteri adalah pemimpin BLU, pejabat Keuangan, pejabat teknis, bendahara penerimaan BLU, bendahara pengeluaran BLU, dan bendahara RM, jadi bendahara sebaiknya ada 3, sehingga kedepannya penerimaan dan pengeluaran BLU akan dikelola bendahara yang berbeda. Tidak dikelola lagi oleh 1 bendahara saja, bendahara penerimaan mengelola penerimaan BLU, bendahara pengeluaran mengelola pengeluaran BLU, dan bendahara RM mengelola dana RM baik penerimaan RM maupun pengeluaran RM. Ibu Debby: Setelah menjadi BLU, museum nasional indonesia kebingungan akan diaudit oleh BPK atau KAP, kalau KAP kan kita harus bayar sendiri, sebaiknya seperti apa pak? Bapak tito: Yang wajib memeriksa BLU adalah BPK, kalau untuk KPA sifatnya opsional, jika memiliki anggaran untuk audit KAP silahkan bisa menggunakan KAP.  Ibu debby: Saat ini museum nasional indonesia sudah memiliki 3 dewan pengawas, dan sudah harus membayar dewan pengawas tersebut, seharusnya kapan BLU mempunyai dewan pengawas ya pak? Bapak tito: Di dalam Permendagri 79 Tahun 2018 menyatakan bahwa BLU dapat membentuk dewan ketika pendapatan sudah mencapai 30 miliar, kalau dilihat dari pendapatan museum nasional Indonesia sebelumnya yang belum mencapai 30 miliar, sebetulnya belum saatnya memiliki dewan pengawas, namun kembali lagi dengan kebijakan dari kementeriannya seperti apa. Sekian untuk artikel pada sesi kali ini, pembahasan mengenai workshop pola pengelolaan keuangan BLU pada hari Jumat, 23 Desember 2022 untuk sesi kedua akan dibahas pada artikel berikutnya.

Jumlah Viewers: 332