Artikel BLUD.id

Konsep Dasar Pelaporan Keuangan BLU/BLUD

Pelaporan keuangan BLU/BLUD merupakan bagian penting dari tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel. Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual, sebagaimana diatur dalam Pasal 170 ayat 2 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 129/PMK.05/2020. Ketentuan ini mengharuskan pelaksanaan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan BLU mengikuti aturan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selaras dengan hal tersebut, Pasal 44 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah menetapkan bahwa laporan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) disusun dengan menerapkan sistem akuntansi yang diterapkan oleh pemerintah daerah. Standar akuntansi dan pelaporan keuangan untuk pemerintah mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Penerapan SAP memungkinkan BLU dan BLUD menyusun laporan keuangan yang tidak hanya memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, tetapi juga memberikan informasi yang jelas, relevan, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik serta pemangku kepentingan lainnya.  Peranan dan Tujuan Pelaporan Keuangan BLU/BLUD Laporan keuangan berperan dalam memastikan akuntabilitas melalui pertanggungjawaban pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan secara periodik. Selain itu, laporan ini mendukung fungsi manajemen dengan membantu evaluasi kegiatan, perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian aset, kewajiban, serta ekuitas.  Tujuan pelaporan keuangan sesuai PP 71/2010 adalah menyajikan informasi yang bermanfaat untuk menilai akuntabilitas dan mendukung pengambilan keputusan di bidang ekonomi, sosial, dan politik. Laporan ini menyediakan data tentang sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya keuangan, posisi keuangan, perubahan keuangan, serta kecukupan penerimaan untuk membiayai pengeluaran. Dengan demikian, laporan keuangan menjadi alat penting dalam menciptakan tata kelola yang akuntabel, transparan, dan berkelanjutan.  Asumsi Dasar Pelaporan Keuangan BLU/BLUD Dalam PP 71/2010, laporan keuangan pemerintah disusun berdasarkan sejumlah asumsi dasar yang menjadi landasan berpikir dalam proses akuntansinya. Asumsi-asumsi ini dianggap sebagai kebenaran yang sudah diterima dan tidak perlu dibuktikan, sehingga menjadi pedoman dalam menerapkan standar akuntansi yang berlaku. Terdapat tiga asumsi dasar yang digunakan dalam pelaporan keuangan. Pertama, asumsi kemandirian entitas mengharuskan setiap unit pelaporan menyajikan laporan keuangan untuk menghindari ketidakselarasan. Kedua, asumsi kesinambungan entitas menganggap pemerintah akan terus beroperasi tanpa batas waktu tertentu. Dengan demikian, tidak terdapat rencana untuk menghentikan atau melikuidasi kegiatan operasional pemerintah dalam jangka pendek. Terakhir, asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement), artinya penyajian setiap kegiatan yang diasumsikan harus dapat dinilai dengan satuan uang. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan BLU/BLUD Karakteristik kualitatif laporan keuangan merupakan tolok ukur fundamental yang harus dipenuhi agar informasi akuntansi yang disajikan dapat memenuhi tujuannya. Terdapat empat karakteristik yang dijabarkan dalam PP 71/2010 sebagai prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki: Relevan Relevan artinya informasi yang termuat dalam laporan keuangan harus mencakup semua informasi yang ada dan benar-benar berguna bagi pengambilan keputusan. Informasi yang disajikan harus bisa membantu kita memahami apa yang sudah terjadi, apa yang sedang terjadi, dan apa yang mungkin terjadi ke depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi yang sudah terjadi.  Andal Keandalan merupakan pilar utama dalam penyusunan laporan keuangan. Informasi yang disajikan harus bebas dari hal yang menyesatkan, kesalahan material, penyimpangan fakta, sehingga dapat diandalkan sebagai dasar pengambilan keputusan. Setiap informasi yang tercantum harus dapat diverifikasi dan dipertanggungjawabkan, sehingga memberikan keyakinan kepada seluruh pemangku kepentingan. Dapat dibandingkan Agar informasi keuangan pemerintah dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan komprehensif mengenai kinerja keuangan, maka perlu dilakukan perbandingan, baik perbandingan secara internal (antar periode) maupun eksternal (dengan entitas pemerintah yang menerapkan kebijakan akuntansi yang sama).  Dapat dipahami Entitas pelaporan memiliki tanggung jawab untuk menyajikan informasi keuangan yang dapat dipahami. Informasi tersebut harus disusun dengan asumsi bahwa pengguna memiliki pengetahuan yang memadai tentang kegiatan dan lingkungan operasi entitas. Namun demikian, entitas pelaporan juga perlu memperhatikan kebutuhan informasi pengguna yang beragam dan menyediakan penjelasan tambahan jika diperlukan. Prinsip Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU/BLUD Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan berfungsi sebagai pedoman yang harus dipahami dan diterapkan oleh pembuat standar dalam merancang standar, pelaksana akuntansi dan pelaporan keuangan dalam menjalankan tugasnya, serta pengguna laporan keuangan untuk memahami informasi yang disajikan. Terdapat delapan prinsip dalam PP 71/2010 yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan, yaitu sebagai berikut: Basis akuntansi Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis akrual, yaitu untuk pengakuan pendapatan-LO, beban, aset, kewajiban, dan ekuitas. Apabila terdapat peraturan perundangan yang mewajibkan disajikannya laporan keuangan dengan basis kas, maka entitas wajib menyajikan laporannya.  Prinsip nilai historis Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain karena lebih objektif dan dapat diverifikasi. Dalam hal tidak terdapat nilai historis, maka dapat menggunakan nilai wajar aset atau kewajiban.  Prinsip realisasi Laporan realisasi anggaran merupakan laporan yang wajib disusun oleh pemerintah. Mengingat hal tersebut, maka pendapatan atau belanja basis kas diakui setelah diotorisasi melalui anggaran dan telah menambah atau mengurangi kas. Prinsip substansi mengungguli bentuk formal Informasi mengenai transaksi atau peristiwa lain perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi, dan bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi tidak konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan Keuangan.  Prinsip periodisitas Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan harus dibagi ke dalam periode, dengan periode utama tahunan, namun periode bulanan, triwulanan, dan semesteran juga dianjurkan untuk mengukur kinerja dan menentukan posisi sumber daya entitas pelaporan. Prinsip konsistensi Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian serupa dari periode ke periode, namun perubahan metode akuntansi diperbolehkan jika metode baru mampu memberikan informasi yang lebih baik. Perubahan tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Prinsip pengungkapan lengkap Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh pengguna dan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan atau Catatan atas Laporan Keuangan. Prinsip penyajian wajar Laporan keuangan disajikan secara wajar. Dalam rangka penyajian wajar, faktor pertimbangan sehat diperlukan bagi penyusun laporan keuangan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu.  Penyusunan laporan keuangan BLU/BLUD harus memenuhi asumsi dasar, karakteristik kualitatif, dan prinsip-prinsip untuk memastikan informasi yang andal, akuntabel, dan transparan. Dalam hal ini, SyncoreBLUD berpengalaman mendampingi instansi BLU/BLUD dalam menyusun laporan keuangan sesuai SAP berbasis akrual dan ketentuan lainnya. Dengan pendekatan profesional dan tim ahli, SyncoreBLUD memastikan laporan keuangan memenuhi standar, transparansi, akuntabilitas, dan terintegrasi dengan laporan induk pemerintah. Apabila ada pertanyaan atau membutuhkan informasi lebih lanjut, silakan hubungi kontak yang tersedia di website ini. [caption id="attachment_20632" align="aligncenter" width="1024"] Pendampingan penyusunan laporan keuangan BLU/BLUD dalam pelatihan.[/caption] [caption id="attachment_20634" align="alignnone" width="1024"] Pendampingan penyusunan laporan keuangan BLU/BLUD secara online.[/caption]

Strategis BLU dan BLUD untuk Menghadirkan Layanan Prima

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) merupakan salah satu konsep yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi tantangan resesi ekonomi dan merosotnya daya beli masyarakat. BLUD menggunakan aset yang dimiliki untuk menghasilkan pendapatan yang digunakan untuk operasional dan pengembangan layanan, dengan tujuan memulihkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya beli masyarakat di berbagai wilayah Bapak Tito mengatakan bahwa Penerapan BLUD memiliki peran strategis dalam menghadirkan layanan prima dan mendorong pertumbuhan nasional, antara lain. Meningkatkan kualitas pelayanan: Pengelolaan BLUD oleh instansi pemerintah harus mengedepankan kualitas pelayanan dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat. Meskipun tidak mengutamakan profit, BLUD tetap harus memberikan pelayanan semaksimal dan sebaik mungkin dengan efisiensi biaya, waktu, dan proses bisnis Menghadirkan layanan yang lebih baik: BLUD memiliki fleksibilitas dalam pengelolaannya, sehingga dapat beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat dan menghasilkan layanan yang lebih baik. Persyaratan substantif dan teknis yang diterapkan oleh BLUD berhubungan dengan layanan kesehatan, non-pajak daerah, perizinan tertentu, pengadaan barang, dan jasa. Mendorong pertumbuhan ekonomi lokal: BLUD dapat menjadi penyedia dalam pengadaan barang atau jasa yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun swasta, sesuai dengan praktik bisnis yang sehat. Hal ini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal dan daya beli masyarakat. Reinventing Government: Penerapan konsep "mewirausahakan birokrasi" melalui BLUD merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam menerapkan konsep "Reinventing Government" atau Enterprising Government, yang bertujuan untuk membangun kepercayaan publik melalui inovasi dalam paradigma baru Meningkatkan kepercayaan publik: BLUD yang berhasil dalam menghadirkan layanan prima dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dapat membangun kepercayaan publik melalui inovasi dalam paradigma baru. Hal ini dapat membantu memulihkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya beli masyarakat di berbagai wilayah. Potensi Penerapan BLUD di Unit Pemerintah Daerah Beberapa unit pemerintah daerah yang memiliki potensi untuk menerapkan konsep BLUD antara lain: SMKN Balai Budidaya Ikan Sampah Pusat Kesehatan Hewan (PUSKESWAN) Tempat Wisata Transportasi RSUD Puskesmas SPAM Parkir Trans UPBD Pasar Balai Benih Pertanian Laboratorium Kesehatan Laboratorium Lingkungan Balai Pelatihan Kesehatan Pengelolaan Sampah Wisata Unit-unit ini dapat mengkaji manfaat dan potensi penerapan BLUD melalui aspek layanan, manfaat, dan keuangan. Dengan mengelola aset yang dimiliki secara efektif, unit pemerintah daerah ini dapat berkontribusi dalam memulihkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya beli masyarakat di wilayahnya. Pada tahap diskusi pada webinar ini para masyarakat sangat antusias dalam bertanya berikut adalah beberapa pertanyaan yang diajukan oleh para masyarakat yang mengikuti webinar. “Pengelolaan BLUD membutuhkan pimpinan yang memiliki karakter dan skills seorang entrepreneur dan membutuhkan manajer dan staff keuangan yang mengerti pengelolaan keuangan layaknya organisasi bisnis yang sehat. Menurut bapak apakah ada kendala SDM dihubungkan dengan hal tersebut diatas apalagi dihubungkan dengan SDM yang krisis moral” jelas Bapak Sambas Sundana “masalah ini tidak hanya ada di sector public tapi di seluruh belahan dunia.Dibeberapa perusahan yang Bapak Tito pimpin juga permasalahannya ada di skills dan SDM krisis moral. Sector public menganut kebijakan yang sangat banyak tidak seperti di sector swasta. Apalagi tidak BLUD maka akan sangat terikat dengan aturan aturan yang ada. Ada dua kendala utam di BLUD yaitu regulasi dan SDM”. jelas Bapak Tito “apakah UPTD yang bergerak di bidang perbenihan padi bisa jadi BLUD?” kata Ibu Adin “ harus melakukan kajian terlebih dahulu melihat dari 3 aspek yaitu layanan, manfaat, dan juga keuangan. menjual apa saja, kajian nya berupa layanan. Direncanakan diakhir tahun dengan RKAO pembenihan padi 1000 ton dan ternyata di tahun berikutnya kebituhan masyarakat meningkat menjadi 2000 ton dan anggaran akan menjadi kurang karena hanya di anggarkan 1000 ton ternyata permintaan pasar 2000 ton. Jika BLUD pendapatan dapat digunakan langsung” ungkap Bapak Tito “bagaimana cara menghitung jaspel (jasa pelayanan) untuk BLUD selain Kesehatan, BLUD IPALD, BLUD Persampahan?” jelas Ibu Neni  “di BLUD tidak berlaku jaspel, jaspel hanya ada dari Kesehatan permenkes terbaru pun menyebutkan peraturan tentang jaspel tidak berlaku untuk BLUD yang berlaku adalah remonerasi” jelas Bapak Tito “apakah hasil keuntungan yang diperoleh BLUD, bisa menjadi PAD bagi pemdanya?” ungkap Bapak Sunusi “istilahnya bukan keuntungan tapi dana perimbangan hasil dari efisiensi. BLUD karena kualisi public itu merupakn asset yang tidak terpisahkan dari Pemda beda dengan BUMD” jelas Bapak Tito “kajian manfaat contohnya seperti apa, dan apa saja yang harus dikaji?” ungkap Ibu Syariah  “kita sendiri memiliki tantangan untuk mengkaji manfaat simple nya masih subjektifitas yaitu manfaatnya apa bagi masyarakat layanan tersebut jika dilayani dengan cepat. Jika Kesehatan jelas untuk orang sakit untuk sembuh. Membawa manfaat bagi daerah” jelas Bapak Tito Baca juga: Workshop Penyusunan Dokumen Rencana Bisnis dan Anggaran BLUD dengan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Pelatihan BLU Universitas Tadulako Palu

Pada kamis, 9 Februari 2023, Tim Syncore BLUD bekerja sama dengan ALC (Auli Learning Center) melakukan Pelatihan BLU untuk Universitas Tadulako Palu di Hotel Yello Bandung. Pelatihan tersebut dihadiri oleh kurang lebih 21 peserta yang menjabat sebagai Bendahara Penerimaan dan Pengeluaran dari 11 Fakultas di Universitas Tadulako Palu. Universitas Tadulako telah menerapkan BLU sejak Tahun 2012, yang mana sudah kurang lebih 11 tahun dalam menerapkan BLU. Alasan dalam menerapkan BLU di Universitas Tadulako adalah karena sebelumnya pendapatan diserahkan ke kementerian Pendidikan, kemudian proses dalam hal pengadaan barang / belanja prosesnya juga sangat lama sehingga mengganggu kegiatan yang ada di Universitas Tadulako.  Setelah menerapkan BLU pendapatan masuk ke rekening BLU Universitas Tadulako serta proses belanja menjadi lebih mudah. Berikut adalah alasan yang disampaikan para Bendahara di Universitas Tadulako, untuk alasan urgen lainnya yang menjadi alasan untuk menerapkan BLU kurang memahami. Kendala yang dipaparkan oleh perwakilan bendahara pengeluaran Universitas Tadulako: Ketika ada instansi luar yang ingin bekerjasama dengan fakultas kami, dana dari pihak ketiga sudah diterima di rekening BLU namun karena kegiatan belum ada di perencanaan maka harus menunggu ketika RBA perubahan. Dengan kejadian tersebut, kami mengambil jalan keluar untuk melakukan penalangan terlebih dahulu dengan uang pribadi, kami telah melakukan diskusi dengan pemimpin BLU namun kegiatan tetap belum dapat dilakukan karena kegiatan belum ada di RBA. Persoalan yang dihadapi oleh Bendahara pengeluaran adalah dimana anggaran yang diterima sama dengan anggaran tahun tahun sebelumnya, hal ini mengakibatkan ketika ada kebutuhan yang bersifat urgent pihak bendahara pengeluaran mengalami kekurangan anggaran, dan hal ini terjadi di hampir seluruh fakultas Universitas Tadulako. Dari kendala tersebut, tim Konsultan Syncore hadir untuk memberikan solusi dan pemahaman terkait BLU kepada para peserta. Hal ini dibuktikan dengan hidupnya suasana pelatihan dengan diskusi dan pemaparan system syncore BLU. Harapan dari Para peserta kedepannya adalah agar BLU dapat memberikan manfaat baik kinerja Universitas maupun meningkatkan kualitas SDM.

Fleksibilitas dalam Perlakuan Hibah BLU/BLUD

Pelatihan Penyusunan RBA dan Laporan keuangan SAK di kabupaten Batang dengan 21 puskesmas memunculkan banyak pertanyaan.  Salah satunya adalah di mana letak fleksibilitas BLUD? Pertanyaan demikian muncul karena puskesmas masih belum bisa merasakan kebebasan menjadi BLUD.  Hal ini disebabkan belum memahaminya pembuatan RBA yang mereka rinci hingga ke objek rincian belanja.  Contoh di dalam RBA ada biaya makan dan minum, dirinci lagi biaya makan dan minum itu ada biaya beli makan berapa ratus, minum berapa ratus, beli minuman kardus berapa ratus ribu. Hal itu menyebabkan para puskesmas mengira bahwa BLUD ini sama saja tidak dan fleksibilitas. Baiklah, kita uraikan satu persatu permasalahannya: Perbedaan Pra dan Pasca BLUD Menjadi BLUD bukan menjadi bebas tanpa aturan, tetap saja ada aturan yang diberlakukan. Contohnya adanya kewajiban membuat RBA. Pembuatan RBA ini juga masih banyak yang keliru. Banyak kelirunya adalah menjadikan DPA sebagai RBA. Sebenarnya konsep ini keliru, seharusnya di DPA hanya ada 3 belanja saja yaitu pegawai, barang jasa dan modal. Contoh belanja pegawai di DPA hanya ditulis Rp 500.000, nah di RBA baru angka ini dirinci sebagai lampiran dari DPA. Setelah menjadi BLUD adanya fleksibilitas pengelolaan keuangan, nah konsep ini juga masih banyak yang belum memahami. Fleksibilitas ini terletak di dana pengelolaan hasil dari pelayanan, tidak disetor kembali ke daerah, sehingga puskesmas /BLUD bisa dengan leluasa menggunakan sesuai dengan kebutuhan untuk peningkatan pelayanan. Di manakah Fleksibilitasnya? Untuk menjawab di mana fleksibilitasnya BLUD ini harus memahami konsep DPA, RBA, Belanja dan Biaya dahulu. Di dalam DPA hanya ada 3 belanja besar yaitu Belanja Pegawai, barang jasa dan Belanja Modal. Nah di dalam RBA 3 belanja itu dirinci menjadi Biaya Pegawai, Biaya Barang jasa dan Modal. Fleksibelnya adalah terletak di realisasi dari 3 biaya tersebut. Contoh nya dianggarkan biaya barang dan jasa di DPA sejumlah Rp 1.000.000.000, dan dirinci untuk kegiatan study banding R 30.000.000, serta makan dan minum kantor Rp 10.000.000. Namun pada kenyataannya (realisasinya) studi banding menghabiskan dana Rp 50.000.000 , nah itu boleh. Pegawai : 500.000.000 Barjas = 1.000.000.000 Modal = 400.000.000 Lihat tabel di atas. BLUD boleh melakukan perubahan setiap hari asal tidak mengubah pagu belanja yang tertera di DPA. Contoh di tabel atas ada Barjas Rp 1.000.000.000, maka biaya barjas tidak boleh melebihi pagu tersebut, untuk masalah penggunaan tidak sama dengan RBA tidak masalah, yang terpenting tidak boleh melebihi pagu yang sudah ada di DPA. BLUD juga tidak boleh loncat anggaran, contoh dana anggaran untuk biaya barang jasa sisa dan akan digunakan untuk pembelian modal kerja, maka hal tersebut tidak diperkenankan kecuali adanya pembuatan RBA Perubahan. Fleksibilitas  dan Perlakuan Hibah BLU/BLUD Bagaimana jika BLUD memperoleh hibah barang atau uang? BLUD boleh menerima hibah, baik hibah pemerintah atau pun hibah dari pihak luar. Hal ini ada di peraturan menteri dalam negeri 61, di mana pendapatan BLUD terdiri dari jasa layanan, hibah, kerjasama dan lain-lain BLUD yang sah, sehingga boleh saja menerima hibah. Yang menjadi permasalahan hingga kini adalah cara pencatatannya. Saya contohkan ada dua kasus hibah: Di pemerintahan ada aturan bahwa hibah harusnya mempengaruhi laporan surplus defisit, (untuk selanjutnya silahkan cek peraturan). Dengan demikian adanya hibah harus diakui sebagai pendapatan / belanja. Hibah uang Puskesmas x menerima hibah uang Rp 200.000 sebagai hibah karena lahannya digunakan vendor lain untuk suatu pesta. Jika hal tersebut dianggap sebagai pendapatan sewa boleh, namun tidak bisa masuk ke dalam pendapatan kerjasama sebab tidak ada kontrak kerjasama. Nah jika hal tersebut dianggap hibah maka pengakuannya adalah sebagai pendapatan hibah, dan akan menambah kas sebesar Rp 200.000. Hibah Barang Puskesmas x menerima emas yang jika diuangkan maka menjadi Rp 2.500.000 dan hal ini adalah jelas hibah dari sebuah bank. Maka pencatatan hibah tersebut adalah adanya penambahan aset berupa emas, dan adanya pengakuan pendapatan hibah barang.

Konsolidasi Laporan Keuangan BLU/BLUD

Laporan keuangan BLU/BLUD merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh BLU/BLUD. Tujuan umum laporan keuangan BLU/BLUD adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas, hasil operasi, dan perubahan ekuitas BLU/BLUD yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya.  Komponen laporan keuangan BLU/BLUD terdiri atas:  Laporan Realisasi Anggaran; Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih; Neraca; Laporan Operasional; Laporan Arus Kas; Laporan Perubahan Ekuitas; dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan BLU memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi dan kewajiban BLU pada tanggal pelaporan dan arus sumber daya ekonomi selama periode berjalan. Informasi ini diperlukan pengguna untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan ekonomi BLU dalam menyelenggarakan kegiatannya di masa mendatang. Laporan keuangan BLU disajikan paling kurang sekali dalam setahun.  Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Operasional, dan Laporan Perubahan Ekuitas BLU akan digabungkan pada laporan keuangan entitas akuntansi/entitas pelaporan yang membawahinya. Penggabungan laporan ini dapat pula disebut sebagai konsolidasi.  Seluruh pendapatan, belanja, dan pembiayaan pada LRA BLU dikonsolidasikan ke dalam LRA entitas akuntansi/entitas pelaporan yang membawahinya. Dalam hal entitas akuntansi/pelaporan membawahi satuan kerja BLU, LRA konsolidasian entitas akuntansi/entitas pelaporan tersebut mengikuti format LRA BLU. Laporan Arus Kas BLU dikonsolidasikan pada Laporan Arus Kas unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum. Transaksi dalam Laporan Arus Kas BLU yang dikonsolidasikan pada Laporan Arus Kas unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum adalah pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang telah disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum.  Dalam rangka konsolidasian laporan keuangan BLU ke dalam laporan keuangan entitas yang membawahinya, perlu dilakukan eliminasi terhadap akun-akun timbal balik (reciprocal accounts) seperti pendapatan, beban, aset, dan kewajiban yang berasal dari entitas akuntansi/pelaporan dalam satu entitas pemerintahan kecuali akun-akun pendapatan dan belanja pada LRA yang berasal dari entitas akuntansi/pelaporan. PROSES KONSOLIDASI LAPORAN KEUANGAN BLUD  Menurut Permendagri No 79 tahun 2018 (pasal 99) Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) wajib menyusun pelaporan dan pertanggungiawaban berupa laporan keuangan. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada Permendagri no 79 tahun 2018 pasal 99 adalah sebagai berikut :  laporan realisasi anggaran; laporan perubahan saldo anggaran lebih; neraca; laporan operasional; laporan arus kas; laporan perubahan ekuitas; dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan disusun berdasarkan standar akuntansi pemerintahan dan diaudit oleh pemeriksa eksternal pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud disertai dengan laporan kinerja yang berisikan informasi pencapaian hasil atau keluaran BLUD.  Seluruh laporan keuangan BLUD harus dikonsolidasi untuk SKPD / LKPD. Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Operasional, dan Laporan Perubahan Ekuitas Badan Layanan Umum (BLU) digabungkan pada laporan keuangan entitas akuntansi/entitas pelaporan yang membawahinya (SKPD / LKPD). Seluruh pendapatan, belanja, dan pembiayaan pada LRA BLU dikonsolidasikan ke dalam LRA entitas akuntansi/entitas pelaporan yang membawahinya. Laporan Arus Kas BLU dikonsolidasikan pada Laporan Arus Kas unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum. Laporan Perubahan SAL BLU digabungkan Laporan Perubahan SAL Bendahara Umum Negara dan entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan konsolidasiannya.  Dalam rangka konsolidasian laporan keuangan BLU ke dalam laporan keuangan entitas yang membawahinya (SKPD / LKPD), perlu dilakukan eliminasi terhadap akun-akun timbal balik (reciprocal accounts) seperti pendapatan, beban, aset, dan kewajiban yang berasal dari entitas akuntansi/pelaporan dalam satu entitas pemerintahan kecuali akun-akun pendapatan dan belanja pada LRA yang berasal dari entitas akuntansi/pelaporan sebagaimana dinyatakan pada Paragraf 26 huruf b.  Dalam rangka konsolidasian dengan laporan keuangan pemerintah pusat/pemerintah daerah, investasi yang dilaporkan pada laporan keuangan BLU tidak dikonsolidasikan ke dalam laporan keuangan pemerintah pusat/pemerintah daerah karena investasi tersebut telah dilaporkan juga pada laporan keuangan BLU/BLUD.  Investasi jangka panjang yang dilaporkan pada laporan keuangan Pemerintah Pusat/pemerintah daerah berasal dari laporan keuangan BLU/BLUD sebagai pemilik investasi jangka panjang.

TATA CARA PENYUSUNAN DAN FORMAT RBA BLU PART 2

BLU dalam menyusun RBA harus mempunyai aturan dan format yang harus ditaati. Adapun, tata cara penyusunan dan format Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) Badan Layanan Umum (BLU) memuat antara lain : Seluruh program dan kegiatan Rumusan program dan kegiatan serta target kinerja harus sama dengan rumusan program, kegiatan dan target kinerja yanga da dalam RKA- K / L Target kinerja (output) Kondisi kinerja Badan Layanan Umum tahun berjalan Kondisi kinerja Badan Layanan Umum tahun berjalan merupakan uraian gambaran mengenai capaian kinerja per unit kerja pada satker BADAN LAYANAN UMUM Asumsi makro dan mikro Asumsi Makro merupakan data dan / atau informasi atas indikator ekonomi yang berhubungan dengan aktivitas perekonomian nasional dan / atau global secara keseluruhan. Sedangkan asumsi mikro merupakan data dan/atau informasi atas indikator ekonomi yang berhubungan dengan aktivitas satker Badan Layanan Umum. Asumsi makro dan mikro yang digunakan dalam menyusun RBA adalah asumsi yang hanya berkaitan dengan pencapaian target Badan Layanan Umum dan dijelaskan kaitannya dengan keberhasilan pencapaian target tersebut. Kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan Kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan disusun menggunakan basis kas dan menjadi data masukan untuk pengisian kertas kerja RKA-K/L. Perkiraan biaya Perhitungan perkiraan biaya disusun menggunakan basis akrual. Prakiraan maju (forward estimate) Prakiraan maju untuk kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan yang dicantumkan dalam RBA adalah sampai dengan 3 tahun ke depan. RBA menganut pola anggaran fleksibel (flexible budget) dengan suatu persentase ambang batas tertentu. Pola anggaran fleksibel hanya berlaku untuk belanja yang bersumber dari pendapatan. Persentase ambang batas dihitung tanpa memperhitungkan saldo awal kas dan hasil dari perhitungan persentase ambang batas harus dicantumkan dalam RKA K/L dan DIPA Badan Layanan Umum. Pencantuman ambang batas tersebut berupa keterangan atau catatan yang memberikan informasi besaran persentase ambang batas. Format dan tata cara penyusunan RBA untuk Badan Layanan Umum dapat dilihat di Lampiran 1 Per Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-20/PB/2012.http://blu.djpbn.kemenkeu.go.id/index.php?r=master/file/get&id=138

Jumlah Viewers: 51