Artikel BLUD.id

SINERGI BLUD

Sebagai jembatan antara pemerintah dan masyarakat, BLUD merupakan realisasi dari sebuah program pemerintahan dengan mmengutamakan pembangunan lebih lanjut mengenai seluruh bidang usaha dilingkup pemerintahan dengan tujuan utama juga mengatas namakan kesejahteraan masyarakat dengan tata kelola yang lebih dinilai efisien dan efektif dalam sebuah pola pengelolaan tata usaha. Dengan tujuan tersebut, Badan Layanan Umum Daerah dapat bersinergi bersama sebagai badan  atau instansi yang bergelut sebagai layanan terpadu yang mengutamakan kesejahteraan rakyat serta efisien dan efektif dalam segi pengelolaan. dalam segi pengelolaan yang kian hari kian mumpuni. BLUD kian lama menjadi sorotan dalam pengelolaan instansi pemerintahan. Dengan adanya pola pengelolaan  tata usaha BLUD tersebut dapat diharapkan sebagai bekal dan perisapan dalam menuju visi-misi negara dengan tata kelola badan yang dijembatani dengan baik antara usaha dan kepentingan rakyat dengan tujuan yang fokus dapat menjadikan sebuah usaha yang dapat berkembang dan bersaing menjadi porsi badan layanan yang baik dan berkembang sesuai masalnya dan peraturannya dan dapat meningkatkan pola pelayanan dalam seluruh segi aspek unit bisnis tanpa mengecualikan masyarakat manapun dengan prinsip keersamaan dan keadilan. Badan Layanan Umum (BLU), diharapkan menjadi contoh konkrit yang menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil (kinerja). BLU juga menjadi salah satu produk reformasi pengelolaan keuangan negara, yang salah satunya adalah terjadi pergeseran dari penganggaran tradisional yang sekedar membiayai masukan (input) atau proses ke penganggaran berbasis kinerja yang memperhatikan apa yang akan dihasilkan (output) Selayaknya BLUD dalam kurun dekade ini pun membentuk sebuah unit perangkat daerah yang dibentuk dengan dasar pelayanan kepada masyarakat dalam maupun bentuk penyediaan barang atau asa yang dijual tanpa mencari keuntungan dan dalam melakukannya berdasar pada prinsip efisien dan efektifitas.dalam era perkembangannya. Sinergi BLUD menjadi pokok perkembangan lanjutan dalam pola swadaya berbasis tata kelola yang dimiliki oleh instansi daerah yang diharapkan mampu menjadi soko guru bagi instansi lainnya yang ingin menerapkan pola layanan badan layanan umum daerah dengan tuuan utama pada prinsip efisiensi, efektifitas, serta produktifitas yang juga memiliki daya saing yang tinggi dalam perbaikan komoditas pelayanan jasa dan barang serumpun dan bersaing secara instruktif maupun mandiri.

Laporan Keuangan BLUD

Pada Pasal 99 ayat 3, Permendagri No. 79 tahun 2018 tentang BLUD BLUD wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri dari: Laporan Realisasi Anggaran (LRA), laporan perubahan SAL, Neraca, laporan Operasional (LO), Laporan Arus Kas (LAK), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Laporan keuangan BLUD disusun berdasarkan standar akuntansi pemerintahan (SAP), sehingga laporan keuangan BLUD dan pemerintah adalah sama. Pada SAP sendiri pemerintahan wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports), laporan finansial, dan CaLK. Laporan pelaksanaan anggaran terdiri dari LRA dan Laporan Perubahan SAL. Laporan finansial terdiri dari Neraca, LO, LPE, dan LAK. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. . Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi Anggaran terdiri dari pendapatan-LRA, belanja, transfer, dan pembiayaan. Laporan Perubahan SAL (LP SAL) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan informasi kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Neraca Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas. Laporan Operasional (LO) Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara langsung dalam Laporan Operasional terdiri dari pendapatan-LO, beban, transfer, dan pos-pos luar biasa. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Laporan Arus Kas (LAK) Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu. Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran kas. Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK) Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.   [wpdm_package id='14149']

Tugas Pejabat Pengelola BLUD

  Dalam pelaksanaan operasional BLUD tentuya membutuhkan berbagai sumber daya. Salah satunya adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia (SDM) pada BLUD terdiri atas: Pejabat Pengelola Pejabat pengelola ini bertanggungjawab atas kinerja umum operasional, pelaksanaan kebijakan fleksibilitas dan keuangan BLUD dalam pemberian layanan. Pegawai Berperan sebagai penyelenggara kegiatan untuk mendukung kinerja BLUD.   Pejabat pengelola dan pegawai pada BLUD ini berasal dari Pegawai negeri sipil (PNS) dan/atau Pegawai Pemerintahan dengan pejanjian Kerja (PPPK/P3K) yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pejabat pengelola dan pegawai BLU dapat pula berasal dari profesional lainnya yang statusnya dapat sebagai pekerja tetap atau kontrak. Pejabat Pengelola ini terdiri atas: Pemimpin BLUD Befungsi sebangai penanggungjawab umum operasional dan keuangan. Tugas pemimpin BLUD antara lain: Memimpin, mengarahkan, membina, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi seluruh aktivitas dalam BLUD agar berjalan lebih efisien dan produktif; Merumuskan penetapan kebijakan teknis BLUD serta kewajiban lainnya sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh kepala daerah; Menyusun renstra; Menyiapkan RBA; Mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis kepada Kepala Daerah sesuai dengan ketentuan; Menetapkan pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan BLUD selain pejabat yang telah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan; Mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan BLUD yang dilakukan oleh pejabat keuangan dan pejabat teknis, mengendalikan tugas pengawasan internal, serta menyampaikan dan mempertanggungjawabkan kinerja operasional serta keuangan BLUD kepada Kepala Daerah; dan Tugas lainnya yang ditetapkan oleh kepala daerah sesuai dengan kewenangannya.   Pejabat Keuangan BLUD Berfungsi sebagai penanggungjawab keuangan BLUD. Tugasnya antara lain: Merumuskan kebijakan terkait pengelolaan keuangan; Mengkoordinasikan penyusunan RBA; Menyiapkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA); Melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja; Menyelenggarakan pengelolaan kas; Melakukan pengelolaan utang, piutang dan investasi; Menyusun kebijakan pengelolaan Barang Milik Daerah yang berada dibawah penguasaannya; Menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; Menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan; dan Tugas lainnya yang ditetapkan oleh kepala daerah dan/atau pemimpin sesuai dengan kewenangannya.   Pejabat Teknis BLUD Berfungsi sebagai penanggungjawab teknis operasional dan pelayanan bidangnya. Tugas dari pejabat teknis sendiri diantara: Menyusun perencanaan kegiatan teknis operasional dan pelayanan di bidangnya; Melaksanakan kegiatan teknis operasional dan pelayanan sesuai dengan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA); Memimpin dan mengendalikan kegiatan teknis operasional dan pelayanan di bisangnya; dan Tugas lainnya yang ditetapkan oleh kepada daerah dan/atau pemimpin BLUD sesuai dengan kewenangannnya.   Pejabat pengelola ini diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah. Pemimpin BLUD sendiri bertanggungjawab kepada kepala daerah atas seluruh aktivitas atau kegiatan bisnis pada BLUD, sedangkan pejabat keuangan dan pejabat teknis bertanggungjawab kepada pemimpin BLUD. Pemimpin BLUD dalam melaksankan tugas dan tanggungjawabnya dalam BLUD bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)/ Kuasa pengguna Barang (KPB). apabila pemimpin BLUD tidak berasal dari PNS, maka pejabat keuangan yang berasal dari PNSlah yang kemudian ditunjuk sebagai KPA/KPB termasuk bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran.

Penilaian Penetapan PPK- BLUD berdasarkan Permendagri No. 79 Tahun 2018

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah, memberikan fleksibilitas kepada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yakni keleluasaan dalam pola pengelolaan keuangan dengan menerapkan praktek bisnis yang sehat yang bertujuan untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat tanpa mencari keuntungan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu, berkesinambungan dan berdaya saing. Dengan adanya fleksibilitas yang diberikan dan untuk menjawab tuntutan pelayanan masyarakat agar pelayanan publik semakin meningkat, penetapan BLUD harus dilakukan secara selektif dan cermat, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Badan Layanan Umum Daerah. Untuk itu setiap UPT yang akan menjadi BLUD wajib melalui tahap penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai yang sekurang-kurangnya terdiri dari: Sekeretaris Daerah sebagai Ketua; PPKD sebagai sekretaris; Kepala SKPD yang membidangi kegiatan BLUD sebagai BLUD; Kepala SKPD yang membidangi perencanaan pembangunan daerah sebagai anggota; dan Kepala SKPD yang membidangi pengawasan di pemerintah daerah sebagai anggota; serta; Tenaga ahli yang berkompeten dibidangnya, apabila diperlukan.   Tim Penilai ini memiliki tugas untuk meneliti dan menilai usulan UPT untuk menerapkan PPK-BLUD. Penilaian ini dilakukan atas dokumen-dokumen yang wajib dibuat oleh UPT agar dapat ditetapkan sebagai PPK-BLUD.   Dokumen dan Bobot penilaian setiap dokumen anatara lain : No. Dokumen Persyaratan Administratif Bobot 1. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja; 5% 2. Pola tata kelola; 20% 3. Rencana Strategis (Renstra); 30% 4. Standar Pelayanan Minimal (SPM); 20% 5. Laporan Keuangan atau Prognosis/Proyeksi Keuangan; dan 20% 6. Laporan Audit terakhir atau Pernyataan bersedia untuk diaudit oleh pemeriksa eksternal pemerintah.   5% TOTAL 100%   Keenam dokumen ini wajib dilengkapi oleh setiap UPT yang ingin menerapkan PPK-BLUD. Jika salah satu dari enam dokumen persyaratan administratif ini tidak dipenuhi, maka penilaian tidak dapat dilakukan. Penilaian dapat dilanjutkan kembali apabila seluruh persyaratan sudah terpenuhi. Berdasarkan hasil penilaian atas dokumen-dokumen ini UPT kemudian akan dikategorikan menjadi dua yakni DITOLAK UNTUK MENERAPKAN BLUD dan DITERIMA UNTUK MENERAPKAN BLUD. UPT dinyatakan DITOLAK UNTUK MENERAPKAN BLUD apabila hasil penilaian atas dokumen memiliki nilai dibawah 60. Sedangkan UPT dinyatakan DITERIMA UNTUK MENERAPKAN BLUDapabila hasil penilaian atas dokumen administratif mencapai minimal 60.

Perbedaan antara Permenkes Nomor 43 Tahun 2016 tentang SPM Kesehatan dengan PMK No. 4 Tahun 2019 tentang Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

Setiap Puskesmas wajib untuk menyusun standar pelayanan minimal yang sesuai dengan Permenkes No. 43 tahun 2016. Namun, seiring perkembangan zaman peraturan SPM perlu dilakukan perubahan. Perubahan SPM ini perlu dilakukan agar ada beberapa penajaman dari segi pelayanan kesehatan agar SPM ini dapat terimplementasi dengan baik di daerah. Perubahan ini dimuat pada PMK No.4 Tahun 2019 tentang Teknis Pemenuhan mutu Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang kesehatan. Perbedaan antara Permenkes No. 43 tahun 2016 dan PMK No.4 Tahun 2019 mengenai SPM adalah sebagai berikut. Perbedaan Pertama Pada PMK No 4 tahun 2019, SPM Kesehatan dibagi menjadi SPM kesehatan Daerah Provinsi dan SPM Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota. SPM kesehatan Daerah Provinsi kemudian terbagi lagi dalam 2 Jenis Pelayanan dasar yakni: Pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan/atau berpotensi bencana provinsi; dan Pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kondisi kejadian luar biasa provinsi.   Perbedaan Kedua: Jenis pelayanan dasar pada SPM Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas: Permenkes Nomor 43 Tahun 2016 PMK No. 4 Tahun 2019 a.     Setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar; b.     Setiap ibu bersalin mendapatkan pelayanan persalinan sesuai standar; c.     Setiap bayi baru lahir mendapatkan pelayanankesehatan sesuai standar; d.     Setiap balita mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar; e.     Setiap anak pada usia pendidikan dasar mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar; f.       Setiap warga negara Indonesia usia 15 s.d. 59 tahun mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar; g.     Setiap warga negara Indonesia usia 60 tahun ke atas mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar; h.     Setiap penderita hipertensi mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar; i.       Setiap penderita Diabetes Melitus mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar; j.       Setiap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar; k.      Setiap orang dengan TB mendapatkan pelayanan TB sesuai standar; dan l.       Setiap orang berisiko terinfeksi HIV (ibu hamil, pasien TB, pasien IMS, waria/transgender, pengguna napza, dan warga binaan lembaga pemasyarakatan) mendapatkan pemeriksaan HIV sesuai standar. a.     Pelayanan kesehatan ibu hamil;   b.     Pelayanan kesehatan ibu bersalin;   c.     Pelayanan kesehatan bayi baru lahir;     d.     Pelayanan kesehatan balita;     e.     Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar;     f.       Pelayanan kesehatan pada usia produktif;     g.     Pelayanan kesehatan pada usia lanjut;     h.     Pelayanan kesehatan penderita hipertensi;   i.       Pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus;     j.       Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat;     k.      Pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis; dan   l.       Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus).   Perbedaan ketiga Perbedaan selanjutnya yakni pada PMK No.4 Tahun 2019 Mutu Pelayanan untuk setiap jenis pelayanan dasar pada SPM bidang kesehatan ditetapkan dalam 3 standar teknis yaitu: standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa; standar jumlah dan kualitas personel/sumber daya manusia kesehatan; dan petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.   Perbedaan Keempat Perbedaan lainnya terletak pada Capaian kinerja Pemerintah Daerah dalam pemenuhan mutu layanan. Pada PMK No. 4 tahun 2019 capaian kinerja ini tercantum jelas pada Pasal 4 yang berbunyi: “Capaian kinerja Pemerintah Daerah dalam pemenuhan mutu pelayanan setiap jenis pelayanan dasar pada SPM Kesehatan harus 100% (seratus persen).” Sedangkan pada Permenkes No. 43 tahun 2016 hanya dijelaskan pada bagian Lampiran bagian C. Pengertian. “SPM merupakan hal minimal yang harus dilaksanakan oleh Pemda untuk rakyatnya, maka target SPM harus 100% setiap tahunnya. Untuk itu dalam penetapan indikator SPM, Kementerian/Lembaga Pemerintahan Non Kementerian agar melakukan pentahapan pada jenis pelayanan, mutu pelayanan dan/atau sasaran/lokus tertentu.”

Penilaian Kinerja

Tujuan Penilaian Kinerja adalah  untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja  organisasi melalui peningkatan kinerja SDM organisasi. Dalam penilaian kinerja  tidak hanya menilai hasil fisik tetapi pelaksanaan  pekerjaan  secara  keseluruhan  yang  menyangkut  berbaga  bidang seperti  kemampuan,  kerajianan,  disiplin,  hubungan  kerja  atau  hal-hal  sesuai dengan bidang dari tugasnya semua layak untuk dinilai.  Tujuan penilaian  kinerja  pada  dasarnya meliputi: Meningkatkan etos kerja Meningkatkan motivasi kerja. Untuk mengetahui tingkat kerja karyawan selama ini. Untuk mendorong pertanggung jawaban dari karyawan. Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan gaji berkala, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa, insentif uang. Untuk pembeda antar karyawan yang satu dengan yang lain. Pengembangan SDM yang  masih  dapat  dibedakan  lagi  kedalam penugasan  kembali,  seperti  diadakannya  mutasi  atau  transfer,  rotasi pekerjaan, promosi kenaikan jabatan, dan pelatihan. Sebagai alat untuk membantu dan menolong karyawan untuk mengambil inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja. Mengidentifikasikan dan menghilangkan  hambatan-hambatan  agar kinerja menjadi baik. 10. Sebagai  alat  untuk  memperoleh  umpan  balik  dari  karyawan  untuk memperbaiki  desain pekerjaan, lingkungan kerja mereka. Pemutusan hubungan kerja, pemeberian sanksi ataupun hadiah. Memperkuat antara hubungan  karyawan  dengan  supervisor  melalui diskusi  tentang kemajuan kerja mereka. Sebagai penyaluran yang  berkaitan  dengan  masalah  pribadi  maupun pekerjaan. Terdapat  beberapa  faktor-faktor  yang  dapat  mempengaruhi  kinerja  diantaranya  adalah  faktor  kemampuan  (ability)  dan  faktor  motivasi (motivation). Yaitu : A .Faktor  Kemampuan Secara  psikologis,  kemampuan  terdiri dari kemampuan potensi yang disebut IQ dan kemampuan reality. Artinya, pegawai yang memiliki IQ  yang  tinggi  dan  pendidikan  yang  memadai  untuk  jabatannya  dan terampil  dalam  mengerjakan  pekerjaan  sehari-hari,  maka  ia  akan  lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. B . Faktor  Motivasi Motivasi  terbentuk  dari  sikap  (attitude) seorang  pegawai  dalam  menghadapi  situasi  (situation)  kerja.  Sikap mental itu sendri merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikosifisik (siap mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya seorang pegawai harus siap secara mental, secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, juga mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.

Jumlah Viewers: 707