Artikel BLUD.id

DILEMA REVALUASI ASET TETAP BLU

Revaluasi Aset adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga nilai aset tetap dalam laporan keuangan tidak lagi sama dengan harga perolehannya. Hal ini dilakukan akibat adanya kenaikan nilai aset tetap di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan. Tujuan utama dari revaluasi aset adalah agar perusahaan dapat melakukan penghitungan penghasilan dan biaya secara lebih wajar. Dengan begitu, hasil revaluasi aset bisa mencerminkan nilai dan kemampuan perusahaan yang sebenarnya. Dalam sudut pandang BLU, penilaian aset tetap masih menjadi perdebatan karena ada aturan yang memperbolehkan revaluasi dan ada pula aturan yang tidak memperbolehkan dilakukannya revaluasi terhadap aset tetap BLU. Menurut Paragraf 27 PSAP 07 Lampiran I PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, menyatakan bahwa “Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya perolehan aset tetap digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada.” Penyusunan neraca awal pemerintah daerah mengacu pada Buletin Teknis SAP Nomor 2 tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Daerah. Selanjutnya Menurut Paragraf 59 PSAP 07 tentang Akuntansi Aset Tetap menyatakan bahwa “Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional. Dalam  hal disajikan  menyimpang  dari  konsep  harga  perolehan  maka  BLU Bidang   Pendanaan   Sekretariat   BPJT   harus   menjelaskan penyimpangan  tersebut  serta  pengaruhnya  terhadap  informasi keuangan BLUBidang Pendanaan Sekretariat BPJT. Selisih antara nilai  revaluasi  dengan  nilai  buku  (nilai  tercatat) aset  dibukukan dalam akun ekuitas.” Berkatian  dengan  adanya  pengecualian  dalam  melakukan  revaluasi  aset  tetap  yang  dijelaskan  pada  PSAP,  maka  Badan  Layanan  Umum  (BLU)  merujuk  pada  peraturan  dapat  menerapkan  revaluasi  aset  tetap  karena  memiliki  peraturan  yang  berlaku  secara  nasional  yang  memang  memberi  kesempatan  BLU  untuk  melaksanakan   revaluasi.   Peraturan   Pemerintah   (PP)   nomor   23   tahun   2005   menjelaskan  bahwa  BLU  merupakan  instansi  di  lingkungan  pemerintah  yang  difokuskan  pada  pelayanan  kepada  masyarakat  yang  berupa  penyediaan  barang  dan/atau   jasa   dan   tanpa   mencari   keuntungan.   BLU   dibentuk   supaya   dalam   pelayanannya   terdapat   peningkatan   efisiensi   dan   produktivitas   dari   jenis   pelayanan yang diberikan.  

PENGAKUAN BIAYA PEROLEHAN ASET TETAP BLUD

Menurut PSAK 16, definisi Aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Selain itu, aset tetap pada umumnya memiliki nilai yang material. Aset yang termasuk dalam aset tetap antara lain tanah, gedung dan bangunan, peralatan, mesin, jalan, irigasi, dan jaringan Sesuai Kemenkes No. 1981 tahun 2010 aset tetap dicatat dengan model biaya. Pada awal pengakuannya, aset tetap dicatat sebesar harga perolehannya yaitu sebesar harga beli aset dikurangi potongan-potongan pembelian ditambah biaya-biaya dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap sampai aset tetap tersebut siap digunakan. Komponen biaya yang bisa masuk ke dalam harga perolehan aset : Biaya persiapan tempat Biaya persiapan tempat yang dimaksud adalah semua biaya yang dikeluarkan sampai tempat tersebut siap dalam kondisi yang baik dan layak untuk digunakan. Biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat (handling cost) Biaya pengiriman dan bongkar muat biasanya dilakukan jika pembelian aset dilakukan diluar kota atau via online yang membutuhkan pengiriman sehingga biaya pengiriman dan bongkar muat tersebut dapat diakui sebagai harga perolehan. Biaya pemasangan (installation cost) Biaya pemasangan harus diaukui sebagai harga perolehan aset karena pemasangan / instalasi oleh tenaga ahli perlu dilakukan agar aset tersebut dapat digunakan. Biaya profesional seperti arsitek dan insinyur Biaya profesional seperti arsitek dan insinyur biasanya dikeluarkan pada saat akan membuat sendiri aset (gedung) yang tentunya membutuhkan desain dari arsitek / insinyur dalam pembangunannya. Biaya konstruksi Biaya konstruksi ada ketika aset yang akan dibeli / diperoleh memerlukan pembangunan ulang atau memang aset diperoleh dari membangun sendiri. Biaya untuk sosialisasi operasional bagaimana cara menggunakan aset baru Perlunya sosialisasi untuk pengoperasian aset baru kepada karyawan agar aset tersebut dapat dioperasikan dengan baik dan benar, biasanya aset yang memerlukan sosialisasi pengoperasian adalah mesin, alat-alat kedokteran, alat laboratorium dan lain-lain.  

CARA MENCATAT PERSEDIAAN (STOCK OPNAME)

Stock opname merupakan perhitungan fisik terhadap persediaan atau barang yang dimiliki oleh suatu entitas. Hasil dari stock opname tersebut kemudian dicatat untuk mengetahui jumlah pemakaian, penambahan, dan sisa akhir persediaan. Saldo akhir persediaan disediakan di laporan keuangan sebagai aset. Perhitungan persediaan ini dengan memperhatikan beberapa komponen seperti: 1. Saldo awal persediaan di awal periode 2. Penambahan persediaan dari pembelian maupun hibah 3. Pengurangan persediaan atas pemakaian maupun kerusakan Dari ketiga komponen di atas menghasilkan perhitungan akhir sebagai saldo akhir persediaan baik semesteran maupun akhir periode. Adapun persediaan yang tidak perlu dihitung saat proses stock opname memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Persediaan/barang yang masuk selama proses stock opname atau setelah tanggal cut-off stock opname. 2. Persediaan/barang titipan, karena tidak boleh diakui sebagai persediaan entitas tersebut. 3. Persediaan/barang yang rusak, dan penyimpanannya juga harus dipisah dari persediaan/barang yang tidak rusak. Cara mencatat perhitungan persediaan selanjutnya yaitu mencatat jumlah fisik persediaan tersebut, kemudian mencatat nilai atau harga untuk setiap jenis persediaan, lalu mengalikan jumlah fisik dengan harga, sehingga didapat nilai akhir stock opname. Secara akuntansi, perhitungan stock opname ini memerlukan jurnal penyesuaian. Apabila nilai stock opname lebih kecil dari saldo awal ditambah penambahan persediaan, maka jurnalnya adalah Beban Persediaan (Debet) pada Persediaan (Kredit), untuk mengurangi nilai persediaan atas pemakaian persediaan itu sendiri. Namun dengan menggunakan software atau aplikasi saat ini, pencatatan stock opname tidak perlu menjurnal secara manual. Biasanya di dalam aplikasi, pengguna cukup menginput saldo awal, dan hasil perhitungan stock opname, maka aplikasi akan otomatis menghitung penambahan atau pengurangan persediaan.   Prosedur di atas perlu dilakukan agar ada kebenaran antara pencatatan dengan bukti fisik persediaan. Apabila terdapat selisih antara catatan dengan jumlah real persediaan maka ada indikasi bahwa terdapat kesalahan pencatatan atau bahkan terjadi kecurangan. Untuk itu perlu adanya pengenalian intern stock opname tersendiri agar terhindar dari manipulasi data oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

BULAN AGUSTUS, MULAI PENYUSUNAN RBA BAGI BLUD

Rencana Bisnis dan Anggaran atau yang biasa disingkat dengan RBA merupakan dokumen rencana anggaran tahunan BLUD yang disusun dan disajikan sebagai bahan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD. Biasanya, penyusunan RBA dilakukan pada bulan-bulan Agustus dan September seperti ini. Menurut Pasal 8 ayat 1 dari Permendagri 79 Tahun 2018, orang yang bertugas untuk menyiapkan RBA ialah pemimpin BLUD adapun di pasal 10 dinyatakan juga bahwa pejabat keuangan membantu pemimpin yaitu mengoordinasikan penyusunan RBA. Unit Pelaksana Teknis Dinas/Badan Daerah yang menerapkan BLUD menyusun RBA mengacu kepada Renstra. RBA tersebut menurut Permendagri 79 disusun berdasarkan anggaran berbasis kinerja, standar satuan harga dan kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diperolah dari layanan yang diberikan kepadamasyarakat, hibah, hasil kerja sama dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya, APBD dan sumber pendapatan BLUD lainnya. Standar satuan harga, ketetapannya dilakukan oleh Keputusan Kepala Daerah. RBA yang disusun meliputi ringkasan pendapatan, belanja dan pembiayaan, rincian anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan, perkiraan harga, persentase ambang batas serta perkiraan maju. Kemudian, RBA yang telah dibuat akan diintegrasikan/dikonsolidasikan dan merupakan kesatuan dari RKA sehingga RKA beserta RBA yang telah disusun akan disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD. Setelah itu, PPKD menyampaikan RKA beserta RBA kepada tim anggaran pemerintah daerah untuk dilakukan penelaahan dan hasil penelaahan tersebut akan digunakan sebagai dasar pertimbangan alokasi dana APBD untuk BLUD. Setelah semua itu ditetapkan menjadi peraturan daerah tentang APBD, BLUD kemudian menyusun DPA dan disahkan oleh PPKD sebagai dasar pelaksaaan anggaran BLUD sebagai anggaran yang bersumber dari APBD.

PAJAK UNTUK BLUD

Sebelum mulai ke pokok permasalahan, ada baiknya kita pahami dulu pengertian dari BLU. Berdasarkan pasal 1 angka 23 UU No. 1 Tahun 2004. BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Selanjutnya pokok pembicaraan pada artikel ini adalah tentang : 1.      Bagaimana status perpajakan BLU? 2.      Apakah BLU wajib terhadap PPh 25/29? 3.      Apakah BLU wajib memungut PPN? Kesimpulan dari pertanyaan tersebut adalah 1.      Menurut pasal 2 UU PPh (UU No. 36/2008) ayat (3) huruf b, subjek pajak adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria : a.       Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; b.      Pembiayaan bersumber dari APBN/APBD; c.       Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat / Pemerintah Daerah; dan d.      Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. BLU merupakan badan pemerintah yang memenuhi keempat aspek diatas, sehingga BLU bukan merupakan subjek pajak. 2.      Karena BLU bukan merupakan subjek pajak maka BLU tidak memiliki kewajiban PPh pasal 25 (SPT masa) maupun pasal 29 (SPT Tahunan). Namun demikian BLU tetap memiliki kewajiban sebagai pemotong PPh pasal 21, 23, 26, dan pasal 4 ayat (2) berkaitan dengan aktivitas pembayaran gaji, honor, jasa, sewa, dll kepada karyawan dan pihak ketiga (Withholding tax)   3.      Sebagaimana kita ketahui bahwa PPN adalah pajak objektif dimana pengenaannya memperhatikan pada objeknya yaitu penyerahan BKP dan/atau JKP (pasal 4 ayat (1) UU PPN). Dalam UU PPN (UU No 42/2009) tidak ada pengecualian atas subjek pajak (pengusaha) baik itu OP maupun badan, yang ada hanya pengecualian atas Pengusaha Kecil dengan batasan  yang ditetapkan Menteri Keuangan(Pasal 3A). Sehingga atas BLU yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan wajib memungut PPN.

TANGGUNG JAWAB PIUTANG DAN UTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Pada Bab X Permendagri Nomor 79 tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah membahas mengenai Piutang dan Hutang / Pinjaman Badan Layanan Umum Daerah. Bagian Pertama : Piutang BLUD dapat mengelola Piutangnya sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, dan transaksi yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan BLUD. BLUD dalam melaksanakan penagihan piutang pada saat piutang sudah jatuh tempo dengan dilengkapi administrasi penagihan. Lalu mengenai piutang yang tak tertagih, penagihan piutang tersebut di serahkan kepada Kepala Daerah dengan melampirkan bukti yang sah. Piutang dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat dengan tata cara penghapusan piutang yang diatur dalam Peraturan Kepala Daerah. Bagian Kedua : Utang Selain pengelolaan piutang BLUD dapat melakukan utang atau pinjaman sehubungan dengan kegiatan operasional dan perikatan pinjaman dengan pihak lain. Utang atau pinjaman yang dimaksud berupa utang atau pinjaman jangka pendek dan utang jangka panjang. Utang atau pinjaman jangka pendek merupakan utang atau pinjaman yang memberikan manfaat kurang dari satu tahun yang timbul karena kegiatan operasional dan yang diperoleh dengan tujuan untuk menutup selisih antara jumlah kas yang tersedia ditambah proyeksi jumlah penerimaan kas dengan proyeksi jumlah pengeluaran kas dalam satu tahun anggaran. Pembayaran utang atau pinjaman jangka pendek merupakan kewajiban pembayaran kembali utang atau pinjaman yang harus dilunasi dalam tahun anggaran berkenaan. Utang jangka pendek dibuat dalam bentuk perjanjian yang ditandatangani oleh pemimpin dan pemberi utang atau pinjaman. BLUD wajib membayar bunga dan pokok utang/pinjaman jangka pendek, pemimpin dapat melakukan pelampauan pembayaran bunga dan pokok sepanjang tidak melebihi nilai ambang batas yang telah ditetapkan dalam RBA. Utang atau pinjaman jangka panjang merupakan utang/pinjaman yang memberikan manfaat lebih dari 1 tahun dengan masa pembayaran kembali atas utang/pinjaman tersebut lebih dari 1 tahun anggaran. Utang/pinjaman jangka panjang hanya untuk pengeluaran belanja modal. Pembayaran utang/pinjaman jangka panjang merupakan kewajiban pembayaran kembali utang/pinjaman yang meliputi pokok utang/pinjaman, bunga, dan biaya lain yang harus dilunasi pada tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian utang/pinjaman yang bersangkutan.

Jumlah Viewers: 705