Artikel BLUD.id

Penerapan BLUD Mendukung Akreditasi Puskesmas

Penerapan pola pengelolaan keuangan BLUD akan mendukung akreditasi Puskesmas, benarkah demikian? Hal ini sering menjadi pertanyaan Puskesmas yang bimbang membagi prioritas, antara mau akreditasi atau BLUD terlebih dahulu. Sebagian berpendapat akreditasi dulu baru BLUD, karena kalau sudah selesai akreditasi akan memudahkan dalam menyusun dokumen administratif syarat pengajuan menjadi BLUD. Sebagian lain berpendapat bahwa BLUD dulu baru akreditasi, karena kalau sudah menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD yang fleksibel akan memudahkan peningkatan pelayanan Puskesmas yang akan berdampak pada akreditasi. Lalu manakah jawaban yang paling tepat? Kedua pendapat diatas adalah tergantung pada prespektif atau sudut pandang dalam mengaitkan antara BLUD dan akreditasi. Oleh karena itu saat ini sedang marak workshop/pelatihan capacity building dengan tema sinkronisasi BLUD dan akreditasi pada Puskesmas BLUD. Tujuan mensinkronkan antara BLUD dan akreditasi adalah untuk menata jalan yang akan dilalui Puskesmas kearah tujuan yang sama. Karena pada hakikatnya tujuan dari BLUD dan akreditasi adalah sama, yaitu untuk mengingkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan pada Puskesmas. Peningkatan pelayanan kesehatan oleh Puskesmas akan berdampak positif bagi meningkatnya derajat kesehatan masyarakat untuk mewujudkan cita cita Indonesia sehat. Salah satu contoh sinkronisasi antara BLUD dengan akreditasi adalah pada esensi BAB II dalam penilaian akreditasi Puskesmas. Pada BAB II tersebut menjelaskan mengenai tata kelola sarana Puskesmas yang meliputi perijinan, bangunan dan ruangan, prasarana, peralatan dan ketenagaan. Misalkan kondisi yang terjadi di Puskesmas saat ini membutuhkan belanja modal peralatan medis karena mengalami kerusakan mendadak, namun tahun ini tidak menganggarkan peralatan medis, anggaran belanja modal yang ada untuk bangunan dan ruangan. Sedangkan anggaran bangunan dan ruangan masih memiliki sisa anggaran. Dalam kasus ini apabila Puskesmas belum menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD maka yang terjadi adalah tidak bisa secara cepat membeli peralatan medis karena tidak ada mata anggaran untuk belanja modal peralatan medis. Namun jika sudah BLUD hal ini bisa saja dilakukan, karena BLUD diberi fleksibilitas hanya mengunci pagu anggaran belanja pegawai, barang dan jasa, modal. Rincian dari masing-masing tersebut dimiliki internal Puskesmas dan bisa diubah menjadi pergeseran RBA atas seijin pemimpin BLUD. Sehingga sisa anggaran bangunan dan ruangan bisa dialihkan untuk belanja modal peralatan medis. Hal ini akan membantu dalam penilaian akreditasi Puskesmas. Referensi: http://blud.co.id/wp/latar-belakang-puskesmas-menjadi-badan-layanan-umum-daerah-blud/ http://blud.co.id/wp/puskesmas-dipersiapkan-untuk-menjadi-blud-pada-tahun-2019/

Implementasi Kebijakan BLUD Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah

Setelah menjadi BLUD, puskesmas dan RSUD dapat merekrut tenaga non PNS/ tidak tetap. Tugas pokok dan fungsi dibagi sesuai dengan latar belakang pendidikan, pengalaman, dan masa kerja. Untuk tenaga kerja belatar belakang medis dalam pengelolaan BLUD, dapat meningkatkan kemampuannya dalam memahami BLUD dengan upaya pelatihan. Sehingga sumber daya manusia akan dapat bermanfaat secara optimal. Pelatihan yang dilakukan bisa berupa pelatihan pelaporan keuangan BLUD dan sistem akuntansi keuangan, bisa juga study banding dengan Puskesmas/ RSUD yang telah menjadi BLUD lebih dulu. Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia. Penerapan kebijakan BLUD pada rumah sakit ditujukan untuk membantu pihak pemberi layanan kesehatan agar lebih leluasa menyediakan layanan kesehatan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat di wilayah kerjanya. Oleh sebab itu, melalui penerapan kebijakan ini pihak rumah sakit dapat merencanakan kebutuhan seperti program kesehatan, peralatan medis, serta obat-obatan sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan kesehatan yang dialami oleh masyarakat di wilayah kerjanya. Tersedianya pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan mempercepat kesembuhan pasien yang pada akhirnya dapat menimbulkan kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Untuk kebijakan dalam BLUD dapat dituangkan dalam Rencana Strategi Bisnis (RSB) dan Rencana Bisnis Anggaran (RBA). RSB merupakan rencana 5 tahunan untuk Puskesmas dan RSUD yang telah menjadi BLUD. RBA merupakan rencana tahunan yang akan dibuat sebagai pengganti RKA. Sesuai dengan Permendagri Nomor 61 tahun 2007 BLUD harus membuat RSB 5 tahun sekali, namun setelah adanya Permendagri Nomor 79 tahun 2018 yang akan menggantikan Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 RSB akan diganti menjadi Renstra. Penerapan Permendagri Nomor 79 tahun 2018 paling lambat 2 tahun setelah disahkan. Implementasi kebijakan BLUD dari standar kebijakan harus sesuai prosedur kerjanya, memiliki sumberdaya yang cukup dan memadai baik itu tenaga, fasilitas, dan dana. Kemudian komunikasi antar organisasi mengenai informasi Badan Layanan Umum Daerah harus tersebar merata di semua pegawai, tidak hanya berkisar pada pegawai yang langsung menangani Badan Layanan Umum tersebut. Sehingga Implementasi Kebijakan BLUD akan memberikan peningkatan kinerja pelayanan, kinerja manfaat dan kinerja keuangan.

INTEGRASI LAPORAN KEUANGAN SAK KE SAP PUSKESMAS BLUD

Sebelum disahkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 79 tahun 2018 pada September lalu, puskesmas BLUD berpedoman pada Permendagri Nomor 61 tahun 2007 dalam sebagai pedoman teknis dalam penerapan Pola Pengelolaan Keuangan (PPK) BLUD. Pada peraturan tersebut, dijelaskan bahwa puskesmas BLUD memiliki kewajiban menyusun Laporan Keuangan yang mengacu pada standar. Dalam peran nya sebagai unit pelaksana teknis perangkat daerah, maka Puskesmas BLUD berkewajjban untuk menyusun Laporan Keuangan dengan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) untuk dapat dikonsolidasikan dengan Laporan Keuangan Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah setempat. Sedangkan sebagai entitas pelaporan sendiri yaitu status BLUD yang dimiliki, puskesmas juga wajib untuk menyusun Laporan Keuangan dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Pada dasarnya, kedua jenis Laporan Keuangan yang disusun memiliki saldo akun dan jumlah nominal yang sama, hanya saja perbedaan terletak pada format penyajian pos-pos akun pada Laporan Keuangan. Dalam mempermudah  puskesmas untuk dapat menyajikan dua jenis Laporan Keuangan dalam waktu bersamaan, pada Software BLUD Syncore, dapat dilakukan mapping akun untuk melakukan setting nominal yang muncul pada tiap-tiap pos akun yang tersaji. Pada neraca SAK, salah satu bagian aset lancar terdapat pos akun Kas dan Setara Kas, yang mana nominal tersebut merupakan jumlah saldo akhir keseluruhan nominal kas tunai maupun kas yang berada di rekening bank bendahara pada akhir periode pelaporan. Sedangkan pada neraca SAP, pos akun tersebut terbagi menjadi dua kelompok yaitu Kas pada BLUD yang terdiri dari saldo kas di bendahara penerimaan BLUD dan rekening bank bendahara penerimaan BLUD, dan pos akun Kas di Bendahara Pengeluaran yang merupakan jumlah saldo akhir dari akun kas di bendahara pengeluaran, rekening bank bendahara pengeluaran, dan saldo rekening bank APBD (jika ada). Selanjutnya puskesmas juga perlu memahami klasifikasi pos akun yang tersaji dalam Laporan Operasional dan Laporan Arus Kas SAP. Beban-beban yang disajikan dalam LO dan LAK SAP dapat berpedoman pada Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 13 Tentang Penyajian Laporan Keuangan BLU. Klasifikasi tersebut terdiri dari Beban Pegawai, Beban Persediaan, Beban Jasa, Beban Pemeliharaan, Beban Langganan Daya dan Jasa, Beban Perjalanan Dinas, Beban Penyusutan Aset, dan Beban Bunga. Nominal pada beban-beban tersebut dapat diisi dengan melakukan mapping per kode akun biaya yang digunakan oleh puskesmas selama melakukan input data pengeluaran maupun penyesuaian hutang. Meskipun klasifikasi akun dapat menyesuaikan masing-masing kebijakan akuntansi yang diterapkan di daerah, secara umum berikut contoh mapping dan penjelasan masing-masing pos akun pada LO dan LAK SAP : Beban Pegawai : biaya-biaya yang masuk dalam jenis belanja pegawai seperti biaya gaji, lembur, honorarium, tunjangan, jasa pelayananan. Beban Persediaan : biaya-biaya yang muncul akibat adanya pembelian persediaan maupun penyesuaian stock opname seperti biaya obat-obatan, ATK, bahan pembersih, cetak dan penggandaan, bahan medis habis pakai, dll. Beban Jasa : biaya jasa yang terjadi hanya beberapa kali dalam 1 periode pelaporan (tidak rutin) seperti biaya jasa pihak ketiga, baiya pelatihan dan narasumber, dll. Beban Pemeliharaan : biaya pemeliharaan gedung, perawatan jalan, pemeliharaan alat transportasi, dll. Beban Langganan Daya dan Jasa : biaya-biaya yang rutin dikeluarkan oleh puskesmas seperti biaya langganan listrik/air/internet/ telepon, langganan media, dll. Beban Perjalanan Dinas : biaya transportasi, akomodasi, dan perjalanan yang dilakukan dalam rangka memenuhi urusan pekerjaan / kedinasan. Beban Penyusutan Aset : beban ini hanya ada pada Laporan Operasional, yaitu biaya penyusutan yang dibebankan pada masing-masing aset tetap yang dimiliki puskesmas. Beban Bunga : biaya yang dikeluarkan untuk membayar bunga atas hutang/ pinjaman yang dilakukan ke pihak ketiga seperti bunga pada hutang bank. --- Adhalina Wahyu Dwi Hapsari Referensi : 1) Permendageri 61 th 2007 2) Permendageri 79 th 2018 3) PSAP 13

Puskesmas Dipersiapkan Untuk Menjadi Badan Layanan Umum Daerah Pada Tahun 2019

Sejak program JKN dilaksanakan pada tahun 2013, muncul wacana mengubah Puskesmas menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). BLUD merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada SKPD di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas (Permenkes No.9, 2014). Perubahan Puskesmas menjadi BLUD didasarkan pada Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) yang memberikan fleksibilitas. Penerapan PPK-BLU pada Puskesmas memungkinkan Puskesmas untuk mengelola sumber daya manusia (SDM) sendiri sehingga Puskesmas mempunyai kewenangan untuk mempekerjakan tenaga profesional non PNS dan memberikan imbalan jasa sesuai dengan kontribusinya terhadap pelayanan Puskesmas. Silakan Download : PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN BLU/BLUD Pelaksanaan kegiatan Puskesmas sebagai BLUD harus mengutamakan efektivitas dan efisiensi serta kualitas pelayanan umum kepada masyarakat tanpa mengutamakan pencarian keuntungan (Permenkes No.9, 2014). BLUD dikelola dengan memperhitungkan efisiensi biaya dalam setiap kegitan operasionalnya. Artinya BLUD wajib melakukan perhitungan akuntansi biaya atas setiap unit produk yang dihasilkan. BLUD dikelola untuk meningkatkan layanan yang bermutu sebagai sumber pendapatan operasional (PP No.85, 2013). Dinas Kesehatan mulai mempersiapkan beberapa rencana untuk merealisasikan Puskesmas BLUD antara lain dengan membentuk tim yang mengkaji BLUD di Dinas Kesehatan, rencana pelatihan tentang BLUD, serta rencana kepengurusan BLUD yang dibuat perwilayah. Persyaratan administratif yang perlu dilengkapi dalam penerapan PPK-BLUD di Puskesmas yaitu membuat dan menyampaikan dokumen yang meliputi surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; pola tata kelola; rencana strategis; standar pelayanan minimal; laporan keuangan pokok; serta laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk di audit secara independen. Melalui konsep pola pengelolaan keuangan BLUD, Puskesmas diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme, mendorong entrepreneurship, transparansi, dan akuntabilitas dalam rangka pelayanan publik, sesuai dengan tiga pilar yang diharapkan dari pelaksanaan Pola Pengelolaan Keuangan (PPK) BLUD ini, yaitu untuk mempromosikan peningkatan kinerja pelayanan publik, fleksibilitas pengelolaan keuangan dan tata kelola yang baik. Baca Juga : PROGRAM PELATIHAN & PENDAMPINGAN BLU/BLUD 

Review Laporan Keuangan SAK dan SAP Puskesmas BLUD di Kabupaten Garut

Dinas Kesehatan Kabupaten Garut sudah berhasil mem-BLUD-kan seluruh Puskesmas yang dinaunginya. Meskipun sudah BLUD sejak tahun 2016, Dinkes Kabupaten Garut terus mengikuti update regulasi yang berkaitan dengan BLUD untuk diterapkan di Puskesmas. Dilatarbelakangi dengan terbitnya Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 mengenai BLUD dan untuk mengkaji lebih dalam mengenai update makanisme pengelolaan BLUD di Puskesmas maka Dinas Kesehatan Kabupaten Garut bersama dengan Syncore Indonesia mengadakan Workshop Review Pelaporan Keuangan SAK dan Penyusunan Laporan Keuangan SAP. Workshop ini berlangsung di Kota Malang, pada bulan Oktober Tahun 2018. Puskesmas yang menjadi peserta ini terdiri dari 26 Puskesmas, dari total keseluruhan 67 Puskesmas. Narasumber yang dihadirkan dalam workshop ini adalah Bapak Niza Wibyana Tito., M.Kom., M.M selaku senior konsultan BLUD dari Syncore Indonesia. Selain itu peserta juga didampingi oleh pendamping konsultan dari Syncore Indonesia dalam melakukan review Laporan Keuangan BLUD. Beberapa hal pembahasan yang dilakukan berkaitan dengan update pengetahuan mengani regulasi BLUD sesuai dengan Permendagri 79 Tahun 2018 adalah mengenai software keuangan BLUD Syncore yang sudah digunakan Puskesmas di Dinkes Kab Garut sejak tahun 2016. Hasil dari pembahasan selama workshop berlangsung adalah update akun biaya di software  menjadi struktur akun belanja, sesuai dengan yang tercantum dalam Permendagri 79 Tahun 2018. Selain itu beberapa output laporan di software juga akan diubah menyesuaikan Permendagri 79 Tahun 2018, seperti laporan keuangan SAP yang akan disesuaikan berdasarkan PSAP 13. Penyusunan laporan keuangan SAP Puskesmas BLUD menggunakan alat bantu software keuangan BLUD Syncore. Metode yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan SAP adalah menggunakan tujuh langkah penyusunan laporan keuangan yang meliputi penerimaan, pengeluaran, kas dan bank, piutang, utang, persediaan dan asset. Metode tujuh langkah menyusun laporan keuangan tersebut dilakukan secara berurutan. Langkah pertama dan kedua merupakan verifikasi inputan data penerimaan dan pengeluaran di software sudah benar sesuai data manual atau belum. Dalam melakukan verifikasi ini menggunakan alat bantu kertas kerja excel yang sudah dibuat dan disediakan oleh Syncore Indonesia. Dalam pengisian kertas kerja excel, peserta didampingi oleh konsultan dari Syncore Indonesia untuk memastikan langkah yang dilakukan sudah benar. Setelah verifikasi data inputan di software dengan data manual, dilanjutkan verifikasi saldo kas dan bank di software dengan data manual. Jika kas dan bank sudah sesuai selanjutnya verifikasi piutang, utang, persediaan dan asset.

Review Penerapan Aplikasi Keuangan BLUD Puskesmas di Kota Mojokerto

Kegiatan review penerapan aplikasi BLUD telah diselenggarakan pada Rabu, 17 Oktober 2018 bertempat di Aula Dinas Kesehatan Kota Mojokerto. Pihak Dinas Kesehatan mengundang konsultan BLUD Syncore untuk menjadi narasumber dalam kegiatan review tersebut. Peserta pada kegiatan tersebut terdiri dari masing-masing perwakilan dari 5 Puskesmas BLUD yang ada di Kota Mojokerto yaitu Puskesmas Blooto, Puskesmas Kedundung, Puskesmas Wates, Puskesmas Mentikan, dan Puskesmas Gedongan. Diselenggaraannya kegiatan review ini dilatar belakangi oleh beberapa kendala yang dihadapi oleh puskesmas dalam menggunakan aplikasi untuk pengelolaan keuangan BLUD. Selain itu, terdapat beberapa hal yang didiskusikan berkaitan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendageri) Nomor 79 tahun 2018. Pada tahun 2017, puskesmas menyusun Laporan Keuangan secara manual. Secara kompetensi, SDM pada masing-masing puskesmas sudah tercukupi dikarenakan seluruh puskesmas BLUD di Kota Mojokerto sudah memiliki tenaga dengan latar belakang akuntansi. Dalam hal penggunaan aplikasi, puskesmas mengimplementasikan dua aplikasi yaitu aplikasi Software BLUD Syncore dan SIMDA. Software BLUD Syncore digunakan untuk melakukan input data Rencana Bisnis Anggaran (RBA), penatausahaan penerimaan dan pengeluaran, dan Laporan Keuangan dengan basis SAK maupun SAP untuk memenuhi kewajibannya sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Sedangkan aplikasi dari SIMDA digunakan untuk menginput data keuangan yang menggunakan mekanisme keuangan daerah. Hal itu karena berdasarkan Permendageri Nomor 61 Tahun 2007, puskesmas BLUD juga masih merupakan Unit Pelaksana Teknis dari Dinas Kesehatan sehingga selain memenuhi kewajiban sebagai BLUD, puskesmas juga tetap menjalankan kewajibannya sebagai UPT Dinas dengan mengikuti alur keuangan daerah. Pihak puskesmas menanyakan terkait fleksibilitas pengadaan barang yang dapat diimplementasikan setelah menjadi BLUD. Puskesmas BLUD bisa mengadakan barang secara mandiri dengan catatan di Kota Mojokerto sudah memiliki Peraturan Kepala Daerah yaitu Perwali yang mengatur mengenai mekanisme pengadaan Barang oleh BLUD. Hal tersebut juga berlaku pada penggunaan SILPA di puskesmas BLUD. SILPA atau adanya sisa kas pada akhir tahun yang dimiliki oleh Puskesmas BLUD. SILPA tersebut dapat langsung digunakan dengan mengacu pada adanya Peraturan Kepala Daerah tentang penggunaan SILPA. Jika peraturan tersebut belum ada, maka berdasarkan Permendagri 79 Tahun 2007 maka SILPA yang tidak digunakan harus disetor ke Kasda sebagai dana APBD.

Jumlah Viewers: 127