Artikel BLUD.id

Bagaimana Mengukur Kinerja Pada Badan Layanan Umum?

Kinerja merupakan gambaran mengenai bagaimana tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi dimana itu akan tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Oleh karenanya, maka pengukuran dari suatu kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana keberhasilannya. Pengukuran kinerja sendiri didefinisikan sebagai suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Pengukuran kinerja ini juga mencakup pengukuran informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan/atau jasa serta kualitas yang ada, hasil kegiatan dengan maksud yang diinginkan dan efektivitas tindakan yang dilakukan dalam mencapai tujuan. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas disini bukan sekedar kemampuan menunjukkan uang publik dibelanjakan, akan tetapi juga meliputi kemampuan menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Adapun akuntabilitas terdiri dari akuntabilitas program, akuntabilitas kegiatan, dan akuntabilitas keuangan, akuntabilitas kinerja pelayanan publik, akuntabilitas biaya pelayanan publik, dan akuntabilitas laporan pengelolaan keuangan. Untuk itu, diperlukan adanya suatu alat berupa system untuk mengukur bagaimana kinerja sector publik, termasuk juga Badan Layanan Umum. Sistem Pengukuran Kinerja Sektor Publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Penilaian kinerja keuangan dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 79 Tahun 2018 pasal 18 yaitu diukur paling sedikit meliputi perolehan hasil usaha atau hasil kerja dari layanan yang diberikan (rentabilitas), memenuhi kewajiban jangka pendeknya (likuiditas), memenuhi seluruh kewajibannya (solvabilitas), dan kemampuan penerimaan dari jasa layanan untuk membiayai pengeluaran. Adapun penilaian kinerja non keuangan dengan mengukur paling sedikit berdasarkan perspektif pelanggan, proses internal pelayanan, pembelajaran dan pertumbuhan. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment systems bagi karyawan yang menjalankannya. Jika ada system reward and punishment systems, sebagian besar karyawan akan termotivasi untuk menjalankan kinerja dengan sebaik mungkin.(Lintang)

Penyebab Kurangnya Efektivitas dan Efisiensi Implementasi PPK BLU

Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah pusat atau pemerintah daerah dan yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum). Diterapkannya BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. Penerapan PPK BLU dengan fleksibilitas pengelolaan keuangan yang diberikan seharusnya dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, namun realitanya penerapan PPK BLU belum dapat optimal sehingga tujuan diterapkannya PPK BLU belum dapat tercapai sepenuhnya. Menurut Budi Waluyo dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, dalam Analisis Permasalahan pada Implementasi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, penerapan PPK BLU belum berjalan secara efektif dan efisien dikarenakan tiga kategori penyebab. Penyebab pertama belum efektifnya implementasi PPK BLU adalah karena adanya tarik menarik kepentingan antara pelaku kebijakan yaitu Kementrian Keuangan, Kementerian Teknis, dan Satuan Kerja BLU. Faktor ini antara lain dapat ditunjukkan dengan permasalahan yang terjadi pada  masa transisi, pemanfaatan idle cash, remunerasi, dan pengukur kinerja. Penyebab kedua kurang efektifnya implementasi PPK BLU adalah pada konten PPK BLU yang kurang memperhatikan prinsip fleksibilitas dan kemudahan bagi BLU. Penyebab yang ketiga, sekaligus faktor yang terakhir adalah lingkungan kepemerintahan yang menunjukkan kuatnya kultur birokrasi dalam pengelolaan keuangan dan secara konsisten melaksanakan prosedur keuangan dengan rujukan pada peraturan yang berlaku umum bagi satuan kerja instansi pemerintah. Faktor ini dapat dijelaskan dengan standar biaya dan pencatatan pendapatan dalam bentuk barang. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan implementasi PPK BLU belum memberikan manfaat yang efektif dan efisien bagi BLU sendiri maupun untuk  masyarakat. Sehingga, untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi penerapan PPK BLU harus meminimalisir faktor-faktor penyebab diatas. Sumber: https://www.researchgate.net/publication/282606397_ANALISIS_PERMASALAHAN_PADA_IMPLEMENTASI_POLA_PENGELOLAAN_KEUANGAN_BADAN_LAYANAN_UMUM

Laporan Realisasi Anggaran Badan Layanan Umum

Laporan Realisasi Anggaran BLU menyajikan informasi realisasi pendapatan-LRA, belanja, surplus/defisit-LRA, pembiayaan, dan sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) BLU paling kurang mencakup pos-pos sebagai berikut: Pendapatan-LRA; Belanja; Surplus/defisit-LRA; Penerimaan pembiayaan; Pengeluaran pembiayaan; Pembiayaan neto; dan Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA). Pendapatan BLU yang dikelola sendiri dan tidak disetor ke Kas Negara/Daerah merupakan pendapatan negara/daerah. Pendapatan-LRA pada BLU diakui pada saat pendapatan kas yang diterima BLU diakui sebagai pendapatan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum Akuntansi pendapatan-LRA dilaksanakan berdasarkan asas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan22 LRA bruto (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat dianggarkan terlebih dahulu dikecualikan. Khusus untuk pendapatan dari Kerja Sama Operasi  (KSO), diakui berdasarkan asas neto dengan terlebih dahulu mengeluarkan bagian pendapatan yang merupakan hak mitra KSO. Penyetoran kas yang berasal dari pendapatan LRA BLU tahun berjalan dibukukan sebagai pengurang SiLPA pada BLU penambah SiLPA pada pemerintah pusat/daerah. Penyetoran kas yang berasal dari pendapatan LRA BLU tahun sebelumnya dibukukan sebagai pengurang Saldo Anggaran Lebih pada BLU dan penambah SAL pada pemerintah pusat/pemerintah daerah. Pendapatan-LRA pada BLU diklasifikasikan menurut jenis pendapatan. Pendapatan-LRA pada BLU merupakan pendapatan bukan pajak. Termasuk pendapatan bukan pajak pada BLU adalah: Pendapatan layanan yang bersumber dari masyarakat; Pendapatan layanan yang bersumber dari entitas akuntansi/entitas pelaporan; Pendapatan hasil kerja sama; Pendapatan yang berasal dari hibah dalam bentuk kas; dan Pendapatan BLU lainnya\ Belanja pada BLU diakui pada saat pengeluaran kas yang dilakukan oleh BLU disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum. Selisih antara pendapatan-LRA dan belanja pada BLU selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit-LRA.(Surya) Referensi : PSAP 13

Bagaimana Menilai Dokumen Administratif Pengajuan Menjadi BLUD?

Pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai bagaimana penilaian tim penilai dalam menilai dokumen yang diajukan oleh calon-calon Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Untuk menjadi calon Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang perlu disiapkan adalah 7 (enam) dokumen yaitu : Surat Permohonan Menjadi BLUD Surat Kesanggupan Meningkatkan Kinerja Surat Bersedia untuk Diaudit Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pola Tata Kelola Laporan Keuangan Pokok (LKP) Rencana Strategi Bisnis (RSB) Ketujuh dokumen tersebut adalah dokumen yang akan dinilai oleh tim penilai. Setiap dokumen memiliki unsur-unsur dalam penilaian sendiri. Penilaian ini didasarkan oleh SE Mendagri Nomor 900/2759/SJ tahun 2008. Di dalam peraturan tersebut sudah dijelaskan apa saja unsur yang harus diperhatikan dalam menilai setiap dokumen. Tim Konsultan kami pun melakukan review atas ketujuh dokumen klien didasarkan oleh peraturan tersebut. Di dalam SE Mendagri Nomor 900/2759/SJ tahun 2008 ini juga menjelaskan bobot tiap unsur penilaian. Nilai bobot dokumen adalah pembobotan terhadap dokumen administratif yang berdasarkan pada tingkat kepentingan dokumen dengan menggunakan CARL yaitu kemampuan untuk mencapainya atau yang disebut dengan Capability, bisa diterima atau Acceptability, dapat diandalkan atau Reliability, dan mengandung daya ungkit yang tinggi atau Leverage. Bobot masing-masing persyaratan administratif ini secara keseluruhan adalah : Surat Kesanggupan Meningkatkan Kinerja sebesar 5% Surat Bersedia untuk Diaudit sebesar 5% Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebesar 20% Pola Tata Kelola sebesar 20% Laporan Keuangan Pokok (LKP) sebesar 20% Rencana Strategi Bisnis (RSB) sebesar 30% Nilai tiap unsur nya dimulai dari angka 0 (nol) hingga angka 10 (sepuluh). Bobot nilai 0 (Nol) menjelaskan bahwa dokumen yang dinlai tidak memenuhi persyaratan yang diajukan atau isinya tidak sesuai dengan dokumen yang bersangkutan. Bobot nilai 10 (sepuluh) menjelaskan bahwa setiap detail isi dari dokumen telah memenuhi persyaratan atau unsur penilaian dan informasi yang diberikan pun saling terkait dengan dokumen yang lain.

Kriteria Penilaian dan Status Badan Layanan Umum Daerah

Artikel kali ini akan membahas lebih dalam lagi mengenai penilaian menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Indikator yang menjadi alat ukur dalam penilaian ini bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan dari apa yang telah ditetapkan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan. Unsur yang dinilai adalah unsur-unsur yang harus tercantum dan merupakan bagian dari dokumen yang dinilai atau dalam kata lain pesyaratan minimal untuk memenuhi dokumen administratif tersebut. Unsur-unsur ini dapat Anda lihat dalam format penilaian yang terdapat di SE Mendagri Nomor 900/2759/SJ tahun 2008. Nilai setiap unsur yang ada dimulai dengan skala 0 sampai dengan 10. Selain nilai per unsur diatur pula mengenai bobot per unsur nya. Bobot per unsur adalah pembobotan terhadap unsur yang dinilai yang sudah ditentukan di dalam pedoman ini berdsarkan CARL atau Capability, Acceptability, Reliability dan Leverage. Setelah nilai per unsur dan bobot per unsur ditentukan maka akan di dapatkan hasil penilaian per unsur. Penilaian ini ditutup dengan nilai akhir. Nilai akhir adalah hasil kali hasil penilaian per unsur dengan nilai bobot dokumen. Hasil akhir penilaian ini dapat dibandingkan dengan kriteria sesuai dengan format kriteria yang terdiri dari: Nomor urut Hasil penilaian Kriteria Kesimpulan Status yang direkomendasikan. Kriteria penilaian yang ditentukan dalam SE Mendagri Nomor 900/2759/SJ Tahun 2008 terdiri dari: 1. BLUD penuh dengan hasil penilaian 80 sampai dengan 100, 2. BLUD Bertahap dengan hasil penilaian 60 -79 3. Ditolak menjadi BLUD dengan hasil penilaian kurang dari 60 Penilaian ini berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 tahun 2007. Sedangkan untuk Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 status yang direkomendasikan hanya ada dua yaitu : Diterima menjadi BLUD dengan hasil penilaian 800 – 100 Ditolak menjadi BLUD dengan hasil penilaian kurang dari 80. Sotya Roes Piyajeng

Penyusunan Pelaporan dan Pertanggungjawaban Atas Penerapan BLUD

Badan Layanan Umum Daerah atau yang sering disebut BLUD adalah sistem yang diterapkan oleh Unit Pelakasana Teknis (UPT) dinas atau badan daerah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibiltas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan daerah pada umumnya. Sebagai konsekuensi atas diterapkannya fleksibilitas pengelolaan BLUD, maka BLUD berkewajiban untuk menyusun pelaporan dan mempertanggungjawabkannya melalui laporan keuangan. Dengan dibuatnya laporan keuangan, BLUD diharapkan dapat mencerminkan kondisi kinerja keuangan maupun non keuangan BLUD pada tahun berjalan. Laporan keuangan BLUD disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah (SAP) yang terdiri dari 7 (tujuh) komponen laporan dan disertai dengan laporan kinerja yang berisikan informasi pencapaian hasil atau keluaran BLUD. Ketujuh komponen laporan tersebut adalah sebagai berikut: Laporan realisasi anggaran menyajikan informasi realisasi pendapatan-LRA, belanja, surplus/defisit-LRA, pembiayaan, dan sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode Laporan perubahan saldo anggaran lebih menyajikan informasi kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu Laporan operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan. Laporan arus kas menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas, dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan pada BLU Laporan perubahan ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya Catatan atas laporan keuangan menyajikan rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih Dalam penyusunan laporan keuangan, BLUD mengacu pada PSAP nomor 13 tentang penyajian laporan keuangan Badan Layanan Umum dimana laporan keuangan disusun dalam periode semestaran (pertengahan tahun) dan tahunan (akhir tahun). Untuk penyajian laporan keuangan tahunan harus dilampiri dengan laporan kinerja paling lama 2 (dua) bulan setelah periode pelaporan berakhir dan setelah SKPD yang membidangi pengawasan di pemerintah daerah melakukan review atas laporan keuangan tersebut. Kamudian hasil review tersebut dijadikan satu kesatuan dengan laporan keuangan BLUD tahunan.   Referensi : Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 Agnes Alfiyanti Rochmatin

Jumlah Viewers: 635