Artikel BLUD.id

URUSAN KESEHATAN DI ERA OTONOMI DAERAH

Perbedaan yang paling signifikan pada sektor kesehatan sejak adanya era otonomi adalah berubahnya status kepegawaian PNS pada sektor kesehatan (Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit) dari PNS Departemen Kesehatan menjadi PNS Daerah. Namun secara substansial bahwa desentralisasi urusan kesehatan ini menyisakan beberapa persoalan. Terdapat kebingungan para pemangku kepentingan sektor kesehatan di daerah dengan adanya dua induk. Satu terkait dengan aturan-aturan birokrasi aparatur pemerintah yang harus tunduk dan patuh terhadap ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri, sementara satu lagi harus tetap mempedomani standar, aturan dan ketentuan dari kementerian teknis sektor kesehatan yaitu Kementrian Kesehatan. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) jelas disebutkan bahwa perangkat daerah terdiri dari : Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, BAPPEDA, Dinas, Lembaga Teknis Daerah (LTD) dan Kecamatan. Lembaga Teknis Daerah bisa berbentuk Badan, Kantor dan RUMAH SAKIT. Sehingga jelas kedudukan RSUD adalah sebagai Lembaga Teknis Daerah yang dipimpin oleh seorang direktur yang bertanggungjawab langsung kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah (PP 41/2007 Pasal 8 dan Pasal 15). Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah pada Pasal 43 yang secara substansi menyatakan bahwa terdapat Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah Kabupaten/Kota di bidang kesehatan berupa rumah sakit Daerah kabupaten/kota dan pusat kesehatan masyarakat sebagai unit organisasi bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja secara profesional. Sampai disini sebenarnya berakhirnya riwayat Lembaga Teknis Daerah yaitu RSUD dan berubah bentuk menjadi UPTD dibawah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Rumah Sakit Daerah sebagai sebuah lembaga dibawah Bupati/Walikota langsung dan berubah menjadi hanya sebuah unit dibawah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pada Pasal 44 PP Nomor 18 Tahun 2016 merupakan penegasan bahwa RSUD dipimpin oleh direktur rumah sakit Daerah kabupaten/kota, bersifat otonom dalam penyelenggaraan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis serta menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum Daerah (PPK-BLUD).

PERMASALAHAN PENERAPAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BLUD RUMAH SAKIT PEMERINTAH

Layanan rumah sakit di Indonesia cenderung untuk kalangan menengah ke bawah, sehingga aspek kualitas pelayanan mempengaruhi pasien memilih rumah sakit untuk berobat. Karena segmen layanan kesehatan rumah sakit pemerintah untuk kelas menengah ke bawah berakibat menjadikan rumah sakit yang murah serta bermutu. Kondisi tersebut membuat rumah sakit harus dituntut untuk melayani masyarakat kelas menengah ke bawah dengan keterbatasan sumber dana. Oleh karena itu, dibutuhkan manajerialisme dalam organisasi rumah sakit agar bisa menghasilkan jasa yang memiliki kualitas yang lebih baik. Istilah Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) mulai diketahui pada tahun 2004 sebagaimana terdapat pada Pasal 1 UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2005 dan revisi UU Rumah Sakit No. 44 Tahun 2009 yang mengamanatkan bahwa Rumah Sakit harus menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Penerapan BLUD rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme, mendorong enterpreneureship, transparansi, dan akuntabilitas dalam rangka pelayanan publik. Pada keadaan tersebut rumah sakit memiliki beberapa masalah antara lain rumah sakit diwajibkan menyusun SAK karena dikelola dengan prinsip bisnis. SAP perlu dibuat untuk keperluan konsolidasi dengan pemda. Oleh karenanya BLUD membuat keduanya hal tersebut mengakibatkan rumah sakit tidak mampu menyajikan informasi akuntansi yang komprehensif karena laporan keuangan dihasilkan dari basis yang berbeda. Selanjutnya rumah sakit belum menerapkan fleksibilitas yang diberikan berupa penentuan tarif layanan dan remunerasi. Hal tersebut membuat rumah sakit terlihat masih ragu untuk menerapkan fleksibilitas tersebut. Sumber daya manusia yang memiliki kapabilitas dalam menyusun laporan keuangan walaupun sudah mencukupi namun belum semua memahami prinsip PPK BLUD. Dan tidak semua rumah sakit memiliki tenaga akuntansi sehingga masih kesulitan dalam memahami peran informasi akuntansi dalam pengambilan keputusan.

AKUNTANSI KAS DI BENDAHARA PENGELUARAN BLUD

Dalam rangka pelaksanaan pengeluaran, Bendahara Pengeluaran BLUD dapat diberikan Uang Persediaan sebagai uang muka  untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari. Dalam hal pengelolaan Uang Persediaan tersebut, pada setiap awal periode anggaran Bendahara Pengeluaran melakukan pengajuan Uang Persediaan (UP) kepada Pejabat Keuangan yang selanjutnya akan di tandatangani oleh Pemimpin BLUD. Uang Persediaan hanya digunakan untuk jenis pengeluaran yang tidak dapat dilakukan langsung oleh bendahara pengeluaran kepada pihak yang menyediakan barang dan/atau jasa. Rekening pengeluaran BLUD selain mengelola uang persediaan juga mengelola uang yang akan digunakan untuk belanja dalam bentuk tambahan uang persediaan, atau dana LS yang dikelola oleh bendahara pengeluaran BLUD. Rekening pengeluaran BLUD dapat dibuka atas nama bendahara pengeluaran dan bendahara pengeluaran pembantu. Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran terdiri dari kas tunai dan kas di rekening pengeluaran. Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran akan bertambah apabila terdapat aliran uang masuk yang antara lain berasal dari: Transfer uang persediaan dan/atau dana LS yang dikelola oleh bendahara pengeluaran dari Bendahara Penerimaan Penerimaan uang pengembalian belanja Penerimaan jasa giro pada Rekening Pengeluaran Penerimaan uang potongan pajak yang dipungut oleh bendahara pengeluaran. Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran akan berkurang apabila terdapat aliran uang keluar, yang antara lain berasal dari: Belanja Operasi dan Belanja Modal Penyetoran uang pengembalian belanja Penyetoran uang potongan pajak yang dipungut oleh bendahara pengeluaran ke RKUN. Sebagai bagian dari pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran, bendahara pengeluaran wajib menyetorkan sisa uang persediaan paling lambat pada hari kerja terakhir di bulan terakhir tahun anggaran. Bukti setoran sisa uang persediaan harus dilampiri sebagai bukti pertanggungjawaban. Apabila masih terdapat uang persediaan yang belum disetorkan ke Rekening Bendahara Pengeluaran sampai dengan tanggal Neraca, maka harus dilaporkan sebagai Kas di Bendahara Pengeluaran. Dalam pelaksanaan belanja daerah, Bendahara Pengeluaran juga bertindak sebagai wajib pungut atas transaksi keuangan yang dikenakan pajak Pemerintah seperti PPh 21 dan PPN, dimana uang atas potongan pajak tersebut harus segera disetorkan ke RKUN. Apabila sampai dengan tanggal Neraca masih terdapat uang dalam pengelolaan Bendahara Pengeluaran yang berasal dari potongan pajak Pemerintah, jumlah tersebut dilaporkan di neraca sebagai Kas Lainnya di Bendahara Pengeluaran.

DUKUNGAN BLUD DALAM MENYELESAIKAN TANTANGAN FASILITAS KESEHATAN (FASKES)

Menurut Permendagri 79 tahun 2018 pasal 2 Tujuan Badan layanan Umum Daerah (BLUD) adalah Memberikan layanan umum secara lebih efektif dan efisien, ekonomis, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kapatutan dan manfaat, sejalan dengan Praktik Bisnis Yang Sehat, untuk membantu pencapaian tujuan pemerintah daerah yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh kepala daerah. Dengan adanya program BLUD diharapkan dapat memberikan dukungan penuh dalam menyelesaikan tantangan yang sering terjadi dalam Fasilitas Kesehatan (FASKES), berikut adalah beberapa tantangan yang terjadi : SDM kurang, dalam hal jumlah maupun jenis Sarana, prasarana dan alat kesehatan kurang memadai Tata kelola kurang baik Dana yang dikelola terbatas Pengelolaan keuangan kaku, tidak transparan Kesejahteraan pegawai kurang Sebelum adanya program BLUD tantangan – tantangan tersebut kerap menjadi kendala dalam operasional Faskes sendiri. akhirnya setelah banyak pertimbangan maka pemerintah mengeluarkan program BLUD untuk mengatasi semua kendala yang terjadi. BLUD menjawab tantangan – tantangan tersebut dengan cara : Rekruitmen tenaga Non PNS Sesuai permendagri 79 tahun 2018 pasal 3, BLUD dapat mengangkat/merekrut tenaga kerja non PNS untuk mendukung kinerja BLUD Pemeliharaan sarana, pengadaan prasarana dan alat kesehatan Peningkatan kualitas FASKES dapat tercapai dengan danya fleksibilitas yang diberikan program BLUD dalam hal sarana prasarana, pengadaan barang dan jasa. Lebih akuntable, transparan, efektif dan efisien Memiliki fleksibilitas pengelolaan anggaran BLUD juga menawarkan fleksibilitas dalam pengelolaan anggaran agar FASKES dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat tanpa terpaku pada anggaran pemerintah. Lebih transparan dalam pengelolaan keuangan Remunerasi Dengan adanya BLUD kesejahteraan pegawai akan lebih terjamin karena ada Remunerasi Materi ini juga telah disampaikan oleh drg. Aditya Putri (Kemenkes) pada acara seminar BLUD III dengan tema “Peningkatan Kapabilitas Pengelolaan Keuangan BLUD” yang diadakan oleh PT Syncore Indonesia pada tanggal 24 Agustus 2019 di hotel Arcadia Horison.

BASIS AKUNTANSI DALAM PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

Paragraf 42 Standar Akuntansi Pemerintah menyebutkan bahwa Basis Akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis akrual, untuk pengakuan pendapatan-LO, beban, aset, kewajiban, dan ekuitas. Basis Akrual adalah “penyandingan pendapatan dan biaya pada periode di saat terjadinya”. Dalam hal peraturan perundangan mewajibkan disajikannya laporan keuangan dengan basis kas, maka entitas wajib menyajikan demikian. Basis akrual untuk Laporan Operasional (LO) berarti bahwa pendapatan diakui pada saat hak untuk memperoleh pendapatan telah terpenuhi walaupun kas belum diterima di rekening Kas Umum Negara / Daerah atau oleh entitas pelaporan dan beban diakui pada saat kewajiban yang mengakibatkan penurunan nilai kekayaan bersih telah terpenuhi walaupun kas belum dikeluarkan dari rekening Kas Umum Negara / Daerah atau entitas pelaporan. Pendapatan seperti bantuan pihak luar/asing dalam bentuk jasa disajikan pula pada Laporan Operasional. Dalam hal anggaran disusun dan dilaksanakan berdasar basis kas, maka Laporan Realisasi Anggaran (LRA) disusun berdasarkan basis kas, berarti pendapatan dan penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum Negara / Daerah atau oleh entitas pelaporan; serta belanja, transfer dan pengeluaran pembiayaan diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara / Daerah. Namun demikian, bilamana anggaran disusun dan dilaksanakan berdasarkan basis akrual, maka LRA disusun berdasarkan basis akrual. Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan ekuitas diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Berikut beberapa Contoh Jurnal Basis Akrual : Pendapatan – LO Pendapatan YMHD / Piutang xxx   Pendapatan - LO   xxx   Beban Beban... xxx   Beban YMHD / Utang Belanja   xxx   Aset Beban Penyusutan Aset xxx   Akumulasi Penyusutan Aset   xxx   Persediaan Beban Persediaan xxx   Persediaan   xxx   Penyisihan Piutang Beban penyisihan piutang xxx   Penyisihan piutang   xxx   Penghapusan Piutang Beban Penghapusan Piutang xxx   Piutang   xxx   Sumber : Peraturan Pemerintah (PP) No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)

Jumlah Viewers: 735