Kebijakan Pengolahan Sampah Menjadi Energi dalam Perpres Nomor 35 Tahun 2018

kebijakan-pengolahan-sampah-menjadi-energi-dalam-perpres-nomor-35-tahun-2018

Kebijakan Pengolahan Sampah Menjadi Energi dalam Perpres Nomor 35 Tahun 2018

Setiap kota besar di Indonesia menghadapi dua persoalan besar yang saling berkaitan, yaitu sampah dan energi. Volume timbulan sampah terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan urbanisasi. Di sisi lain, kebutuhan energi nasional juga semakin tinggi, namun masih bergantung pada sumber daya fosil yang terbatas dan berdampak lingkungan.

Sementara itu, sebagian besar sampah masih berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan metode pembuangan terbuka atau open dumping. Metode ini tidak hanya menyita lahan, tetapi juga menimbulkan risiko pencemaran tanah, air, dan udara. Dalam jangka panjang, sistem (kumpul, angkut, buang) tidak lagi memadai untuk menjawab kompleksitas masalah sampah di wilayah perkotaan.

Melihat situasi ini, pemerintah mulai mendorong pendekatan yang lebih inovatif dan berkelanjutan, yakni mengolah sampah menjadi energi listrik. Teknologi ini tidak hanya mengurangi timbunan sampah, tetapi juga menghasilkan listrik yang dapat digunakan kembali oleh masyarakat. Gagasan ini kemudian dituangkan dalam kebijakan strategis nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.


Kebijakan Apa yang Ditetapkan?

Perpres Nomor 35 Tahun 2018 adalah kebijakan nasional yang diterbitkan sebagai upaya pemerintah untuk mempercepat pembangunan instalasi pengolahan sampah menjadi energi listrik (PLTSa) di sejumlah kota besar. Melalui Perpres ini, pemerintah menegaskan bahwa pengelolaan sampah tidak lagi hanya sekadar urusan pembuangan ke TPA, tetapi sudah masuk dalam pendekatan pemanfaatan teknologi modern yang bisa menghasilkan energi. 

Dengan mengubah sampah menjadi listrik, pemerintah berharap dapat menyelesaikan dua persoalan sekaligus, yaitu mengurangi timbulan sampah dan menghasilkan energi alternatif. Ada 12 kota yang ditetapkan sebagai prioritas pelaksana pembangunan PLTSa, antara lain Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, Kota Makassar, Kota Denpasar, Kota Palembang, dan Kota Manado. Regulasi ini juga mengatur peran berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, pemerintah pusat, hingga PLN. Berikut ini adalah poin-poin pokok yang diatur dalam perpres tersebut:

  1. Penugasan kepada Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah kota yang telah ditunjuk dalam Perpres ini diberikan tanggung jawab untuk:

  • Membangun dan mengoperasikan PLTSa, baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan pihak ketiga.

  • Menyiapkan lahan, fasilitas pendukung, dan dokumen perizinan yang diperlukan untuk pengembangan instalasi.

  • Menyusun regulasi turunan di tingkat daerah, serta mengalokasikan dukungan anggaran dari APBD.

  1. Peran Pemerintah Pusat

Pemerintah pusat melalui kementerian terkait (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian ESDM, Kementerian Dalam Negeri, dan lainnya) bertanggung jawab untuk:

  • Menyediakan pendampingan teknis kepada daerah dalam proses perencanaan dan pelaksanaan proyek.

  • Memfasilitasi sinkronisasi regulasi antar sektor, agar proyek PLTSa tidak terhambat oleh tumpang tindih kewenangan.

  • Memberikan dukungan pendanaan jika diperlukan, termasuk dari APBN atau skema pembiayaan lainnya.

  1. Kewajiban PLN

Dalam perpres ini, PT PLN (Persero) diwajibkan untuk:

  • Membeli listrik yang dihasilkan dari PLTSa di daerah dengan harga tertentu sesuai ketentuan yang ditetapkan.

  • Menyesuaikan jaringan distribusi listrik agar bisa menyerap pasokan energi dari PLTSa.


Perpres Nomor 35 Tahun 2018 menjadi langkah penting pemerintah dalam mendorong pengelolaan sampah yang lebih modern, dengan pendekatan konversi sampah menjadi energi listrik. Kebijakan ini bertujuan mengurangi ketergantungan terhadap TPA sekaligus menyediakan alternatif sumber energi yang lebih berkelanjutan. Sebagai konsultan yang ahli dalam manajemen persampahan, Syncore Indonesia mendukung implementasi kebijakan ini melalui pendampingan teknis dan penguatan kapasitas pemerintah daerah. Dengan kolaborasi yang tepat, pengelolaan sampah bukan hanya menjadi tanggung jawab, tetapi juga peluang untuk membangun kota yang lebih bersih dan mandiri energi.


Sumber:

Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan


Comments (0)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jumlah Viewers: 40